Siapa yang Patut Memimpin
oleh: KH Husein Muhammad
Pengasuh Pondok Pesantren Dar el-Qur’an, Arjawinangun, Cirebon. Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Dalam perbincangan santai dan penuh canda tapi serius, suatu malam bersama dengan seorang tamu, seorang kiai dari sebuah pesantren di Cirebon Timur, sambil ngobrol ngalor-ngidul (ke sana ke mari) dia bertanya seperti menggoda: Siapakah yang patut Anda pilih jadi pemimpin dalam sebuah komunitas manusia, besar maupun kecil?
Aku menjawab santai saja: Pemimpin dan para pengambil kebijakan sosial-publik-politik yang ideal adalah dia atau mereka yang bermoral terhormat, memiliki komitmen yang tinggi pada penegakan keadilan dan moralitas kemanusiaan (hak-hak asasi manusia), kesejahteraan rakyat serta memiliki kecerdasan intelektual yang mendalam dan luas.
Teman itu mengejar: Mengapa harus begitu?
Aku menjawab: Ya, karena kewajiban, tugas dan fungsi pemerintah atau pemimpin adalah mencerdaskan rakyat, memandirikan mereka dari ketergantungan kepada orang lain, mensejahterakan dan membahagikan mereka, bukan membahagiakan dirinya, keluarganya dan atau golongan/partainya.
Jika sebaliknya, maka tunggulah saat kehancurannya. Nabi pernah bersabda :
إنما هلك الذين قبلَكم، أنهم كانوا إذا سرق فيهمُ الشريفُ تركوه، وإذا سرق فيهمُ الضعيفُ أقاموا عليه الحدَّ، وأيمُ اللهِ لو أن فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقتْ لقطعتُ يدَها.
"Sungguh, ada bangsa-bangsa sebelum kalian hancurbinasa, chaos, jika ada pejabat negara "yang terhormat " mencuri (korupsi) dibebaskan dari hukuman, sedangkan jika yang mencuri, orang kecil, lemah, jelata dihukum. Demi Tuhan, andai Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan menghukumnya".
Nah, mendengar itu, si teman itu langsung berdiri dan menjabat tanganku.
Negara yang Baik
Ketika sedang duduk di stasiun menunggu Kereta api yang akan mengantarkan aku ke Jakarta, aku ditanya teman: Negara/pemerintahan yang bagaimanakah yang baik?
Aku menjawab sepontan saja: "Negara/pemerintahan yang di dalamnya tidak banyak aturan/UU dan tidak banyak pembantunya, tetapi aman, damai dan sejahtera".
Dia bertanya lagi : mengapa?. Aku bilang : "karena rakyatnya baik-baik. Atau dalam bahasa agama : berakhlaq karimah dan cerdas-cerdas".
Lalu dia menjabat tanganku. Alhamdulillah. Terimakasih.
Makna Santri dan Pesantren
Pesantren. Kata ini berasal dari bahasa Sangsekerta. Kata dasarnya "Sashtri". Ia bermakna manusia baik atau berbudi. Pesantren bermakna tempat santri. Di tempat itu para santri belajar agama, mengaji kitab suci dan ajaran-ajaran moral- spiritual".
Di bagian dunia yang lain ia disebut dengan istilah berbeda-beda. "Zawiyah" , "Khanqah" (Persia). Ia bermakna “sudut”, pojok, sebuah tempat khusus bagi kaum sufi yang terletak di sudut sebuah masjid untuk berkhalwat menyepi, bermeditasi, melakukan permenungan intens, seperti para Nabi. Dalam terminologi kaum sufi atau Tarekat disebut mujahadah atau " Riyadhah".
Dalam perkembangannya, tempat pendidikan keagamaan tersebut menjadi pondok pesantren, atau padepokan para pencari kehidupan spiritual. Di Aceh, ‘zawiyah’ mengalami perubahan penyebutan menjadi ‘dayah’.
Misi Pendidikan di Pesantren
Tujuan pendidikan, sebagaimana disebutkan oleh Dr. Zamakhsyari Dhofir, tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran santri dengan ilmu-ilmu
agama, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap santri diajarkan agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan”.
Para pendiri pesantren awal adalah ulama bijakbestari, kekasih Allah. Orang menyebutnya Waliyullah. Al Qur'an menyebutkan :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.
Mereka hadir bersama rakyat dan mendirikan tempat "khalwat", untuk berdzikir atau meditasi di kampung-kampung, gunung-gunung, hutan-hutan dan sejenisnya.
Mengapa?. Ya karena rakyat jelata itu selalu menjadi korban kekuasaan. Dimarjinalkan, ditindas, dimiskinkan dst. Para ulama atau waliyullah itu meneruskan misi para Nabi : menemani mereka yang hatinya luka atau dilukai.
Begitulah. Selamat Hari Santri. Semoga tetap dan terus konsisten berjuang menegakkan konstitusi NKRI. (22.10.24/HM)