Siapa Eksekutor Kebiri? Kejati Jatim: Masih Terlalu Jauh
Teka-teki siapa eksekutor kebiri kimia terhadap dua orang terdakwa dua pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur yakni Rahmat Slamet Santoso (Surabaya) dan Muhammad Aris (Mojokerto) belum juga jelas.
Sebelumnya dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur enggan melakukan eksekusi tersebut. Selain itu, eksekusi juga masih harus menunggu hukuman pokoknya yakni hukuman penjara 12 tahun diselesaikan.
"Waktunya masih 12 tahun, kita tunggu (hukuman pokoknya selesai)," kata Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Richard Marpaung kepada ngopibareng.id, Selasa 3 Desember 2019.
Selain itu, pria yang akrab disapa Richard itu mengatakan, hingga saat ini masih menunggu perubahan Peraturan Pemerintah (PP) terkait teknis pelaksanaan dan rehabilitasi hukuman kebiri.
"(Sebagai) pelaksana kita masih nunggu PP. Siapa yang perkara kita ikuti sesuai aturan karena kita pelaksana undang-undang. Nanti setelah ada PP baru kita akan buat SOP (standar operasional prosedur). Karena kami sendiri ga tahu bagaimana kebiri itu, terus teknisnya seperti apa," katanya.
Ia pun memastikan bahwa hukuman kebiri yang diberikan kepada dua terdakwa tersebut tidak bersifat permanen. Keduanya akan menjalani masa hukuman kebiri yang berbeda. Di mana, Rahmat Slamet Santoso dihukum 3 tahun kebiri, sedangkan untuk Aris dua tahun sesuai putusan vonis.
Richard mengatakan, hukuman kebiri itu diberikan sebagai bentuk rehabilitasi agar yang bersangkutan setelah keluar dari tahanan bisa jera dari tindakan yang melanggar Undang-Undang Perlindungan anak.
“Eksekusi itu dilakukan setelah mereka menjalani hukuman pokok dengan maksud agar mereka tidak kembali melakukan pelanggaran yang sama. Kalau masa hukuman selesai ya kita kembalikan seperti semula," katanya.
Sebelumnya, kedua terdakwa itu didakwa telah melakukan pelanggaran tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Rahmat Slamet Santoso secara resmi dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan dengan Rp100 ribu dengan subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Pembina Pramuka itu dianggap telah melanggar pasal 80 dan pasal 82 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Sedangkan terdakwa Muhammad Aris dijatuhi hukuman penjara 12 tahun dengan denda Rp100 juta subsider 6 bulan penjara. Saat itu terdakwa divonis bersalah karena melanggar pasal 76 D juncto pasal 81 ayat 2 UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Advertisement