Siapa Bilang Memperingati Peristiwa Isra’ Mi’raj Amalan Bid’ah?
Perayaan Isra’ dan Mi’raj biasa dilakukan oleh kaum Muslimin pada akhir bulan Rajab. Kegiatan tersebut termasuk dalam ‘umuru ghairut-ta’abbudiy’, yaitu kegiatan yang berada di luar peribadatan murni.
Hal ini menjadi relevan setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, karena pada masa hidupnya belum ada kegiatan tersebut.
Peringatan Isra’ dan Mi’raj memiliki makna ganda. Selain untuk mensyiarkan agama Islam, juga sebagai bentuk peringatan atas perintah Rasulullah untuk melaksanakan salat wajib lima waktu.
Dengan mengingat dan memperingati peristiwa ini, diharapkan umat Islam dapat memperkuat tekad mereka untuk tetap melaksanakan shalat lima waktu dengan sebaik-baiknya.
Demi Syiar Islam
Kegiatan ini diakui sebagai ‘umuru ghairut-ta’abbudiy’, dan oleh karena itu dianggap boleh dilakukan. Bahkan, kegiatan ini dipandang sebagai suatu bentuk ibadah kepada Allah SWT jika dapat menambah syiar agama Islam dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Pentingnya menjaga konsistensi dengan prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai moral dalam Islam menjadi poin sentral dalam penilaian Divisi Fatwa Majelis Tarjih.
Dengan memberikan ruang fleksibel dalam konteks ‘umuru ghairut-ta’abbudiy’, Islam memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk mengembangkan aspek-aspek kehidupan yang tidak secara eksplisit diatur oleh Nabi Saw.
Dengan demikian, peringatan Isra’ dan Mi’raj bukan hanya merupakan tindakan yang mempererat persaudaraan umat Islam, tetapi juga sebuah bentuk perayaan yang memiliki tujuan keagamaan.
Pemahaman yang cermat terhadap konteks dan nilai-nilai agama menjadi landasan utama dalam penilaian Majelis Tarjih dan Tajdid, mengingatkan umat Islam akan pentingnya mempertahankan akidah dan amalan-amalan keagamaan yang sesuai dengan petunjuk yang shahih dan maqbul.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Penjelasan tentang Peringatan Isra’ Mi’raj”