Si Sakit Beroleh Emas, Ini Syaratnya
Ada seorang kaya dan murah hati yang tinggal di Bokhara. Karena ia memiliki pangkat tinggi dalam hierarki yang tidak kelihatan, ia dikenal sebagai Pemimpin Dunia.
Ia membuat satu syarat untuk hadiah yang diberikannya. Setiap hari diberikannya emas kepada sekelompok masyarakat yang sakit, yang janda, dan selanjutnya. Tetapi tak diberikannya apa pun kepada yang membuka mulut.
Tidak semua orang bisa tahan berdiam diri.
Pada suatu hari, tibalah giliran para ahli hukum menerima bagian hadiah. Salah seorang di antara mereka itu tidak dapat menahan diri mengajukan permohonan selengkap dan sebaik-baiknya.
Tak sesuatu pun diberikan padanya.
Tetapi, ia belum berhenti berusaha. Hari berikutnya, orang-orang cacat diberi hadiah, dan ia pun berpura-pura anggota badannya patah.
Tetapi, Sang Pemimpin mengenalinya, dan ia pun tak mendapatkan apa-apa.
Hari berikutnya lagi, ia kembali menyamar, menutupi wajahnya, bergabung dengan kelompok masyarakat yang berbeda. Kali ini pun ia dikenali dan diusir.
Lagi dan lagi ia mencoba, bahkan juga pernah menyamar sebagai wanita: namun tetap saja gagal.
Akhirnya, ahli hukum itu bertemu dengan seorang yang mengurus pemakaman dan memintanya untuk membungkus dirinya dengan kain kafan.
"Kalau Sang Pemimpin lewat, ia nanti mungkin mengiraku mayat. Ia mungkin melemparkan sejumlah uang untuk pemakamanku dan kau akan kuberi bagian."
Hal itu pun dilaksanakan. Sekeping uang emas dilemparkan Pemimpin ke balutan kafan itu. Ahli hukum itu pun meraihnya, takut didahului oleh pengurus jenazah itu. Lalu, ia berkata kepada dermawan itu, "Kau mengingkari hadiah untukku. Lihat, bagaimana aku telah mendapatkannya!"
"Tak ada yang bisa kau dapatkan dariku," jawab orang murah hari itu, "sampai kau mati. Inilah makna ungkapan tersamar 'orang harus mati sebelum ia mati'. Hadiah itu datang setelah 'kematian', dan bukan sebelumnya. Dan bahkan, 'kematian' ini pun tak mungkin ada tanpa pertolongan."
Kisah ini, yang diambil dari Buku Keempat dari Mathnawi karya Rumi, sudah jelas dengan sendirinya.
Para Darwis mempergunakannya untuk menekankan bahwa, walaupun anugerah bisa 'direnggut' oleh orang cerdik, kemampuan ('emas') yang diambil secara benar dari seorang guru seperti Si Pemurah dari Bokhara itu memiliki kekuatan yang melampaui apa yang kasat mata. Inilah sifat yang sulit dipahami dari anugerah.
Idris Shah, Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi
Advertisement