Parpol Bisa Jegal Sholeh di Akar Rumput
Keputusan pengacara, Muhammad Sholeh untuk maju sebagai calon Wali Kota Surabaya dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020, mendapat apresiasi dari pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo. Kata Suko, keputusan Sholeh untuk maju melalui jalur independen merupakan keputusan menarik dan apik untuk jalannya demokrasi di Surabaya.
"Ini baru di Surabaya. Bagus sekali. Jadi masyarakat punya pilihan alternatif untuk calon wali kotanya. Biar masyarakat tak bosan dengan calon dari partai politik," ujar Suko.
Selain itu, menurut pria yang juga menjadi juru bicara Universitas Airlangga ini, keputusan Suko untuk deklarasi adalah pilihan politik yang dapat membangkitkan semangat bagi orang lain untuk maju.
"Semua masih diam di tempat. Tak berani untuk mengutarakan niat. Nah, Sholeh ini bisa menjadi pemantik bagi lainnya berani mengungkapkan niat untuk maju," lanjutnya.
Meski begitu, Suko berpesan kepada Sholeh untuk tetap berhati-hati dengan gerak yang akan dilakukan partai politik. Karena partai politik bisa saja menutup ruang gerak Suko atau calon lain yang akan maju secara independen.
Menurut aturan yang berlaku, Sholeh setidaknya harus mengumpulkan KTP warga Surabaya sejumlah 140.000 KTP sebagai syarat maju melalui jalur independen.
"Ini yang menjadi masalah toh. Terkadang di beberapa daerah itu sudah dikuasai oleh salah satu parpol. Mereka punya grassroot (akar rumput) yang bisa menghambat pengumpulan KTP ini. Jadi harus kerja keras," pungkas Suko.
Sholeh mendeklarasikan diri untuk maju sebagai salah satu calon Wali Kota Surabaya melalui jalur independen pada Kamis 4 Juli 2019 kemarin. Debut Sholeh dalam maju dalam pemilihan kepala daerah, sebenarnya bukan kali ini saja. Pemilihan Wali Kota Surabaya pada 2010 lalu, Sholeh sebelumnya juga melakukan hal yang sama. Dia mendeklarasikan diri sebagai calon wali kota yang maju dari jalur independen juga. Namun nafas Sholeh habis di tengah jalan sebelum pemilihan wali kota digelar.
Surabaya yang saat itu jumlah penduduknya sekitar 3 juta orang, Sholeh harus mengumpulkan 90 ribu KTP. Sholeh pun akhirnya gagal maju menjadi calon Wali Kota Surabaya pada 2010
"Saya harus mengumpulkan KTP dan surat pernyataan dukungan sebanyak 90 ribu. Itu sangat memberatkan buat saya,"ungkap Sholeh kala itu seperti dikutip dari hukumonline.
Gagal di Surabaya, Sholeh kemudian pindah haluan ke pemilihan Bupati Sidoarjo. Namun lagi-lagi gagal. Terakhir, 2015 lalu mantan aktivis 1998 itu juga mengkampanyekan diri maju menjadi Bupati Sidoarjo. Namun langkahnya gagal karena tak dapat kendaraan dari partai politik.
Akankah Sholeh akan berhasil maju dalam pemilihan Wali Kota Surabaya 2020 nanti? Apalagi Sholeh harus berhasil mengumpulkan 140 ribu KTP warga Surabaya yang menyatakan mendukungnya dalam pemilihan Wali Kota Surabaya pada 2020 nanti.