Shamsi Ali: Ukhuwah Kita, Ikatan yang Sangat Solid demi Kemajuan Islam
Ikatan ukhuwah itu adalah ikatan antar manusia yang paling solid. Soliditas ukhuwah itu karena memang dasarnya adalah iman yang terhunjam dalam hati (ashluha tsabutun), tidak tergoyahkan oleh apapun selama masih tertanam. Yang akan mencabut ikatan ikhuwah itu hanya hanya satu. Di saat iman dari salah satunya juga telah tercabut. Hubungan. Itulah sebabnya Nuh AS ditegur ole Allah karena sedih berlebihan, sekaigus berharap anaknya diselamatkan. Padahal iman telah tercabut dari hati sang anak.
Dalam Al-Quran kata ikhuwah disebutkan beberapa kali. Walaupun semua persaudaraan dikategorikan ukhuwah, termasuk ukhuwah damawiyah (hubungan darah), ukhuwah qabaliyah (hubungan etnis dan ras), bahkan juga ikhuwah wathoniyah dan basyariyah (hubungan sesama negara dan sesama manusia). Akan tetapi kata “ukhuwah” memang lebih kental nuansa ikatan imaniyahnya.
Ukhuwah imaniyah atau Islamiyah ini sangat solid sehingga tidak terputus oleh kemarahan dan permusuhan apapun. Sekali lagi selama iman masing mengakar di hati masing-masing.
Perhatikan bagaimana Allah menggambarkan kekuatan ukhuwah yang tidak tergoncang oleh kesalahan kemusiaan apapun.
Pertama, hubungan antara anak yatim dan orang tua asuhnya. Al-Quran menggaris bawahi bahwa anak yatim walaupun mereka kamu asuh, pelihara, dan bahkan ongkosi semua hidupnya jangan semena-mena. Mereka juga adalah saudaramu dalam agama (fa ikhwanukum fid diin). Artinya perlakukan mereka dan harta miliknya bagaikan memperlakukan saudara sendiri.
Kedua, di Surah Al-Hujurat Allah menggambarkan dua kelompok Muslim yang saling berperang. Allah mengingatkan agar mereka didamaikan (ishlaah) di antara mereka. Menakjubkan bahwa setelah itu Allah tetap menggunakan kata-kata: “innamal mu’minuuna ikhwah” (sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara). Walau mereka saling berperang, tapi kedua pihak masih memilki iman di dadanya, mereka tetap dikategorikan sebagai “ikhwah” (bersaudara).
Ketiga, pada ayat yang sama Allah menggambarkan bagaimana sikap sebagian Mukmin kepada sebagian yang lain. Salah satunya adanya kecenderungan membicarakan tentang sesama Muslim dari belakang. Walaupun pembicaraan itu benar, tapi dibicarakan ke orang lain untuk sekedar disebar luaskan maka itu adalah dosa besar. Dosa seperti ini dalam Al-Quran dikenal dengan dosa “ghibah” (backbite). Allah menggambarkan dosa ini begitu sangat menjijikkan karena bagaikan memakan bangka daging bangkai saudara kita yang telah mati. Tapi yang menakjubkan lagi, Allah tetap memakai kata “apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati”?
Keempat, sesuatu yang paling pedih dalam hidup seseorang adalah ketika anak, isteri/suami, atau seseorang yang sangat dicintainya dibunuh oleh seseorang. Penetapan hukum qishas dalam Islam sejalan dengan ruh keadilan bagi keluarga yang terbunuh. Tapi Islam tetap membuka pintu maaf. Dan jika kekuarga yang terbunuh memaafkan maka ada pengganti qishas yang disebut “diyat” (penebus darah). Di sini juga mengagumkan Allah masih masih memakai kata “faman ufiya lahu min akhiihi fattibaa’un bil ma’ruf”. Kata akhihi masih melekat bahkan kepada pembunuh yang membunuh anak, ayah, atau isteri yang sangat dicintai itu.
Lalu kenapa begitu mudah ukhuwah bercerai berai saat ini? (bersambung).