Setya Novanto Minta Obat Merah dan Perban Begitu Tiba di RS Medika, Usai Menabrak Tiang Listrik
Setya Novanto meminta obat merah dan perban saat berada di ruang perawatan VIP RS Medika Permata Hijau, setelah 'menabrak' tiang listri pada 16 November 2017 lalu.
"Sebelum saya keluar kamar itu, pasien mengatakan `Kapan saya diperban?` yang tadinya dia diam saja, saya kaget, kenapa dia mengatakan `kapan saya diperban?`, Kok nanyanya seperti itu? Nadanya agak membentak, saya katakan ke pasien tunggu sebentar Pak saya ikut dokter visit dulu," kata perawat Indri Astuti dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin 2 April 2018.
Indri bersaksi untuk dokter RS Medika Permata Hijau dokter Bimanesh Sutarjo yang didakwa bekerja sama dengan advokat Fredrich Yunadi untuk menghindarkan ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik.
"Saya lalu ke dokter Bimanesh di counter suster sedang membuat catatan dokter, kita berhadap-hadapan lalu datang Pak Frederich, salaman dengan dokter Bima dan saya, kemudian pengacara itu memberikan data resume pasien dari RS sebelumnya seperti rontgen," ungkap Indri.
Indri pun memberanikan diri untuk melaporkan permintaan Setnov kepada Bimanesh.
"Dok ini kan ada injeksi, pasang infus ya dok, dok itu memang diperban lukanya? Dokter Bimanesh mengatakan ya sudah diperban saja demi kenyamanan pasien," tambah Indri.
Indri pun melaksanakan perintah Bimanesh itu bersama dengan rekannya yagn sedang berjaga di ruang VIP.
"Saya suruh Nurul ambil Betadine dan kassa untuk membersihkan luka. Saya ke kamar pasien membersihkan lukanya dengan betadine tapi saya dikejutkan kembali dengan kata-kata si pasein dia minta obat merah. Saya makin bingung saja ini orang maunya apa? Obat merah tidak ada di rumah sakit, apa ini kok obat merah, lukanya tidak ada berdarah-darah, saya kebawa suasana jadi agak ketus sama pasien," jelas Indri.
Ia pun mengaku tidak memberikan pelayanan dengan ikhlas dan tangannya bergetar.
"Saya melakukan dengan tangan gemetar karena tidak mau melakukannya, lalu akhirnya saya pakaikan betadine, lalu salapnya, kemudian ada luka juga di kiri kemudian di siku juga, karena memang ada luka lecet sebelah kiri, sama di tangan kiri deket sikut tapi berdarah," ungkap Indri.
Rekan Indiri, Nurul Rahmanuari juga memberikan keterangan yang serupa.
"Aku tanya sama kak Indri yang kiri (diperban) juga? Katanya Kak Indri sudah tutup saja, tapi lukanya cuma sedikit, jadi akhirnya tidak usah dikasih perban, lalu pasang infus ditangan sebelah kanan, saat itu memang saya dengan `sakit` kata bapaknya, saat infus dipasang, aku diem saja," ungkap Nurul.(ma)
Perawat RS Medika Permata Hijau Indri Astuti mengaku sempat khawatir saat diperintahkan untuk menjaga pasien bernama Setya Novanto dan datang ke rumah sakit itu pada 16 November 2017.
"Saya diberitahu dokter Alia `Mbak Indri, mau ada pasien nih, katanya pejabat dan butuh empat perawat senior, saat itu disebut namanya Setya Novanto diagnosanya vertigo. Kemudian saya tanya `Dok aman tidak?` Menurut dokter Alia aman, karena direktur sudah tahu karena yang saya tahu bapak itu koruptor," kata perawat Indri Astuti dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Indri bersaksi untuk dokter RS Medika Permata Hijau dokter Bimanesh Sutarjo yang didakwa bekerja sama dengan advokat Fredrich Yunadi untuk menghindarkan ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik.
Dokter Alia yang dimaksud adalah Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau yang sejak peristiwa itu terjadi mengundurkan diri dari RS.
"Kata dokter Alia akan dibayar berapa pun, di sana ada Nurul lalu ada juga orangnya tinggi besar terus saya ke lantai 5 dan ngobrol dengan Nurul. Sekitar pukul 19.00 WIB, Bimanesh datang ke lantai 3 bertanya, `Pasien saya sudah datang belum?` saya jawab belum," ungkap Indri.
Bimanesh juga sempat bertanya kepada Nurul mengenai keadaannya.
"Dokter Bima tanya `kamu takut ya?`, mungkin karena melihat ekspresi saya agak cemas, `Iya dok`, lalu dia katakan `kamu tenang saja, kalau ada apa-apa kamu misscall saya`, dan tidak lama datang pasien didorong," tambah Indri.
Indri mengaku terkejut dengan kedatangan Setnov yang didorong di atas brankar (tempat tidur dorong rumah sakit) tanpa ada perawat yang mengantar dan hanya diantarkan satpam serta supir.
"Saya pikir ini pasiennya kamar 323 jadi saya katakan langsung ke kamar 323," ungkap Indri.
Indri mengaku yakin menyuruh pasien ke lantai tiga meski belum melihat wajah pasien yang memang ditutupi selimut itu.
"Mukanya saya belum lihat, pasiennya juga diem saja," tambah Indri.
Sedangkan rekan Indri yaitu Nurul juga sempat membicarakan calon pasien yang dititipkan oleh dokter Alia itu.
"Kan di counter perawat ada komputer, di situ ada berita-berita, saya katakan ke kak Indri, `Jangan-jangan bapak ini nih`, tapi kak Indri bilang `Sssst, sudah tenang saja, tapi tetep saja takut ya karena kan korupsi," ungkap Nurul sambil terisak.
Tangisan Nurul itu juga memicu Indri ikut menangis, meski demikian Indri mengakui bahwa ia dibayar tunai karena merawat Setnov pada saat jam lemburnya.
"Setelah saya selesai shift keesokan harinya, saya berpikir `Kerja kok seperti begini?` Saya langsung kirim `whatsapp` ke dokter Alia, `Dok kalau seperti ini saya mau dibayar `cash`, tapi karena dia belum sampai, saya dapat uang dari Merry Pakpahan," jelas Indri.
Indri mendapat Rp800 ribu dari Merry.
"Lembur saya memang bukan dari rumah sakit, seharusnya dari pasien karena saya ditawarkan dokter Alia saya minta ke dokter Alia," ungkap Indri.(ma)
Advertisement