Setelah Musibah, Meminta Ganti Kepada Allah
Di masa-masa sulit ketika pandemi Covid-19 alias Virus Corona, para ulama memberikan resep kepada kita sekalian agar lebih banyak ikhtiar dengan mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita dianjurkan untuk selalu berdoa dan meminta kepada Allah diberi kebaikan dan ketabahan dalam menjalani hidup.
Ustadz Ma’ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya, mengajak kita sekaligus merenungkan kondisi dengan pesan-pesan Keislaman yang teduh dan memikat. Berikut ulasanya:
Saat ini sudah bukan zamannya lagi film Doraemon. Sekarang banyak orang yang sudah tidak bisa bekerja sehingga disebut Dorakerjo, Doranyambutgawe. Artinya, sedang tidak bekerja. Bahkan, ada pula yang kesulitan untuk makan sehingga namanya disebut Doramangan, sedang tidak bisa makan.
Rasa takut, kekurangan harta, makanan, hilangnya nyawa dan sebagainya sudah diingatkan dalam Al-Qur'an:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
(Al-Baqarah: 155) "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
Kelanjutan ayat tersebut yang dimaksud orang yang sabar adalah orang yang menyerahkan segala sesuatu yang terjadi kepada Allah, Innalillah wa Inna ilaihi Raji'un (istirja').
Dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa apa yang hilang dari kita saat terjadi musibah boleh bagi kita untuk meminta ganti kepada Allah.
Hadits tersebut berbunyi:
" ﻣَﻦِ اﺳْﺘَﺮْﺟَﻊَ ﻋِﻨْﺪَ اﻟْﻤُﺼِﻴﺒَﺔِ ﺟَﺒَﺮَ اﻟﻠﻪُ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺘَﻪُ، ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦَ ﻋُﻘْﺒَﺎﻩُ، ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻪُ ﺧَﻠَﻔًﺎ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻳﺮﺿﺎﻩ"
"Barangsiapa membaca kalimat istirja' (Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un, kita adalah milik Allah dan semuanya akan kembali kepada Allah) maka Allah akan menutupi dosa kesalahannya, Allah jadikan akhir yang baik baginya dan Allah memberi ganti yang baik baginya dan diridhai-Nya" (HR Baihaqi dalam Syu'ab Al Iman)
Namun bagi sebagian ulama khususnya dari kalangan Shufi, mereka lebih memilih untuk menerima apapun yang diberikan oleh Allah dan tidak menuntut apapun dari musibah sebagai bentuk luhurnya etika kepada Allah.
Syekh Ibnu Athaillah Assakandari berkata:
كيف تطلب العوض على عمل هو متصدق به عليك؟
Bagaimana mungkin engkau meminta ganti kepada Allah atas perbuatan padahal Allah-lah yang memberikan perbuatan itu kepadamu? (Al-Hikam, maqalah 253)
Demikian wallahu a’lam.