Setelah Membujuk NU, Mendikbud Sekarang Merayu Muhammadiyah
Mendikbud Nadiem Makarim mendatangi Gedung Dakwah Muhammadiyah dan meminta maaf secara langsung atas polemik Program Organisasi Penggerak (POP). Langkah Nadiem tersebut untuk merespons mundurnya Muhammadiyah dari POP.
Kendati begitu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan Muhammadiyah belum memutuskan terkait kelanjutan keikutsertaannya dalam program besutan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut.
"Muhammadiyah belum mengambil keputusan. Kami baru akan membicarakan dalam rapat bersama Majelis Dikdasmen, Majelis Dikti PP Muhammadiyah dan kemudian kita mengambil keputusan setelah ada rapat bersama itu," kata Mu'ti sesaat selepas bertemu Mendikbud Nadiem, Rabu 29 Juli 2020
Sebelumnya, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah telah menegaskan tidak terlibat dalam evaluasi lanjutan POP dan ingin fokus untuk peningkatan kapasitas sumber daya pendidikan.
”Dengan sumber daya internal kami akan tetap membantu pemerintah meningkatkan kapasitas sumber daya pendidikan di Indonesia, termasuk di lingkungan persarikatan Muhammadiyah,” kata Ketua Majelis Diksasmen PP Muhammadiyah Baedhowi melalui keterangan tertulis, Senin 27 Juli 2020.POP menjadi polemik karena tiga organisasi besar mundur dari program tersebut.
Dalam keterangannya, Mendikbud akan melakukan evaluasi lanjutan terhadap POP secara intensif selama 3-4 minggu ke depan dengan melibatkan organisasi masyarakat yang selama ini telah berperan dan berkiprah bagi pendidikan Indonesia.
“Evaluasi Program Organisasi Penggerak merupakan urusan internal Kemendikbud, untuk itu, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah tidak terlibat dan akan fokus pada peningkatan kualitas guru dan siswa, termasuk penanganan sekolah di masa pandemi covid-19,” tegas Baedhowi.
Sebelumnya, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah menyaatakan mundur dari POP. Salah satu pertimbangan mundur adalah kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Advertisement