Setelah Membongkar Masjid Assakinah, Kini Pemkot akan Bongkar Kantor Kesenian
Setelah menghancurkan masjid Assakinah di komplek Balai Pemuda Surabaya, Pemkot Surabaya kini akan menghancurkan pula kantor dua organisasi kesenian yaitu Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dan Bengkel Muda Surabaya (BMS). Legislatif dan eksekutif Pemkot Surabaya sama sekali tidak peka dan kurang bijak dalam berpolitik.
Prosesnya dilakukan dengan ngawur dan memaksa, karena Pemkot melalui Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat Cipta Karya Surabaya dikejar waktu untuk segera memulai membangun gedung baru DPRD Surabaya, sebelum bulan Desember 2017 berakhir.
Apabila pyoyek pembangunan gedung 8 lantai yang akan berisi 50 ruangan lengkap untuk masing-masing anggota dewan itu tidak segera dimulai, maka dana yang sudah dianggar senilai Rp 20 miliar untuk pembangunan tahap pertama berupa konstruksi, dikhawatir akan hangus.
Padahal sampai akhir bulan November lalu realisasi penyerapan Dinas Cipta Karya termasuk merah, yaitu sekitar Rp 376,6 miliar dari total dana yang dianggarkan dinas ini sebesar Rp 903,5 miliar. Atau baru terserap sekitar 42 persen. Karena itu pembangunan gedung baru DPRD tahap pertama harus segera dimulai agar dananya bisa diacairkan sebelum tahun 2017 berakhir.
Hari Selasa 5 Desember siang hari, lima personil Satpol PP Pemkot Surabaya mendatangi kantor DKS untuk menyerahkan pemberitahuan pembongkaran. Karena tidak ada seorangpun, maka surat itu dibawa kembali. Kepada sesorang dia sempat mengatakan, ada surat untuk DKS berisi perintah pengosongan.
Ketua DKS Chrisman Hadi dihubungi Selasa petang berharap para pejabat Pemkot dan pimpinan dewan yang terlibat dalam proyek sekitar Rp 150 miliar ini menggunakan akan sehat, tidak gelap mata sehingga bertindak tanpa etika.
“Kami, DKS dan BMS sudah mengajukan surat kepada dewan melalui Ketua DPRD, sesuai dengan arahan ketua dewan sendiri. Saat ini kami sedang menunggu surat jawaban, dan undangan untuk melakukan hearing dengan legislatif dan eksekutif. Masak Pemkot memakai cara-cara tanpa etika seperti itu,” kata Chrisman.
Lebih jauh dia mengatakan, kawasan Balai Pemuda ini dihuni oleh stake holder yang juga perangkat seni budaya Pemkot, karena pengurus DKS itu berdasarkan SK Walikota.
“Maka kalau ada perintah pembongkaran itu harus ada flat eksekusi pengadilan atau sekurang-kurangnya surat perintah walikota. Tanpa itu maka perintah pengosongan itu adalah pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan aparat Negara. Atau bahasa hukumnya, onrechmatihe overheids daad,” jelasnya. (nis)