Setelah Idul Fitri, Quo Vadis? Ini Tiga Pesan Rasulullah
Idul Fitri 1441 H telah usai. Di masa pandemi COVID-19 kita merayakannya dengan suasana yang berbeda. Bila tahun-tahun sebelumnya, perayaan Idul Fitri dilakukan dengan gegap gempita, kini dengan pelbagai suasana.
Kita merayakaan dari rumah, Shalat Id pun dilaksanakan di rumah -- kecuali beberapa mushala dan masjid dengan protokol kesehatan.
Setelah Idul Fitri, quo vadis ? Lalu Apa?
Untuk menjawab hal itu, KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Darut Tauhid, Arjawinangun Cirebon, memberikan catatan penting. Berikut ulasan Kiai Husein Muhammad yang juga sabahat Gus Dur:
Hari raya Îdul Fitri telah berlalu dalam haru biru dan menggairahkan. Keceriaan ada di mana-mana. Betapa indahnya. Kini kita kembali menelusuri perjalanan hidup seperti hari-hari biasa. Dan kita tidak tahu apakah hari-hari kita masih akan panjang atau pendek. Semuanya tanpa kepastian. Tetapi hidup menurut Nabi adalah sebuah perjalanan pengelana: ka abiri sabîl.
Lalu Al-Qurân bertanya: Fa Aina Tadzhabûn? (Hendak kemana kalian akan pergi?). Manusia menjawab: Kita akan pergi menuju ke sebuah titik berhenti yang bernama kematian. Ada yang menjawab : kita akan kembali ke asal. Hidup ini "mung mampir ngombe" (hidup sekadar singgah untuk minum).
Lalu jalan mana yang akan kita tempuh. Ada dua jalan saja yang bisa kita tempuh, jalan menuju kebahagiaan abadi atau jalan menuju kesengsaraan yang mungkin juga abadi. Manusia bebas memilih. Tuhan memberikan mata, telinga, hati dan akal. Tuhan juga menyediakan segala fasilitas bagi hidup dan kehidupan manusia.
Mata, telinga, hati dan akal memiliki makna ganda. Mata adalah alat untuk melihat segala sesuatu, tetapi ia juga bisa membaca tanda-tanda alam. Telinga di samping untuk mendengar bunyi dan suara, ia juga menyimpan apa saja yang didengarnya. Akal berfungsi menerima informasi dari indera yang lain lalu mengolahnya dan menyimpulkan.
Tuhan berharap agar anugerah itu digunakan untuk kebaikan manusia. Akan tetapi banyak orang yang lalai akan hal itu. Mereka menggunakan anugerah itu untuk hal-hal yang merugikan dirinya sendiri.
Kepada mereka Allah menyindir sebagaimana layaknya binatang:
... Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah, mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.(Qs. Al-Arâf [7]:179).
Nabi Muhammad S.a.w. bersabda :
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رض قَالَ: لَقِيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص فَبَدَرْتُهُ اَخَذْتُ بِيَدِهِ وَ بَدَرَنِى فَاَخَذَ بِيَدِى فَقَالَ: يَا عُقْبَةُ، اَلاَ اُخْبِرُكَ بِاَفْضَلِ اَخْلاَقِ اَهْلِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ؟قال بلى يارسول الله. قال: تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ وَ تُعْطِى مَنْ حَرَمَكَ وَ تَعْفُوْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ. اَلاَ وَ مَنْ اَرَادَ اَنْ يُمَدَّ فِى عُمُرِهِ وَ يُبْسَطَ له فِى رِزْقِهِ فَلْيَصِلْ ذَا رَحِمِهِ. الحاكم 4: 178
"Dari Uqbah bin Amir : Suatu hari aku bertemu Rasulullah Saw. Aku segera menghampiri dan memegang tangannya dan beliau segera menghampiriku dan memegang tanganku. Beliau mengatakan "Uqbah, apakah kamu ingin aku beritahu akhlak yang lebih utama penghuni dunia dan penghuni akhirat?. "Tentu saja, wahai Nabi". Nabi mengatakan : "
1. Menjalin kembali hubungan persaudaraan yang putus.
2. Menyantuni orang yang menolak memberimu.
3. Memaafkan orang yang menganiayamu.
Ingatlah, siapa saja yang ingin dipanjangkan umurnya dan dianugerahi banyak rezeki, maka hendaklah silaturrahim".
Demikian sesuai pesan Rasulullah Muhammad S.a.w. Semoga kita mampu menedalani dan menjalankan keteladanannya. Amin.
ربي لا تشغل عقلي بما يقلقه
ولا قلبي بمن لا يرحمه
ولا وقتي بما لا ينفعه
Ya Allah jangan sibukkan pikiranku dengan urusan yang membuatku cemas
Jangan sibukkan hatiku dengan orang-orang yang tidak punya hati kekasih
Jangan sibukkan hari-hariku dengan urusan yang tak berguna.
26.05.2020
HM