Setelah Amerika Serikat, Tiktok “Disidang" Parlemen Australia
Tiktok harus meyakinkan sejumlah pembuat keputusan di Australia, pada Jumat 25 September 2020, waktu setempat. Tiktok diminta menjelaskan keamanan data dan kaitan mereka dengan Partai Komunis China (PKC).
Lee Hunter, Manajer Umum Tiktok Australia dan Selandia Baru, mengatakan di depan anggota parlemen jika sebanyak 130 senior manajer di tempatnya adalah anggota PKC. Namun afiliasi politik tak berdampak pada data pengguna Australia, katanya.
Dalam sejumlah surat yang dikirim pada hearing tersebut, Hunter menyebut jika data yang dikumpulkan dari warga Australia disimpan pada server yang berlokasi di Amerika Serikat dan Singapura.
"Kami memiliki kontrol ketat sekitar kemanan dan akses data," kata surat bertanggal 18 September. "Tiktok tak pernah membagi data milik warga Australia dengan pemerintah China, atau melakukan sensor atas konten warga Australia," lanjutnya.
Dalam hearing itu, Hunter menjawab pertanyaan Senator Nick McKim tentang keterikatakan Tiktok dengan undang-undang Intelejen Nasional China yang mewajibkan kerja sama intelejen. "Kami tak berbagai dengan pemerintahan China," kata Hunter.
Ia melanjutkan jika terdapat tim yang bertugas memoderatori aplikasi itu. Mereka tersebar di 20 negara dan tak satupun berada di China. Moderator untuk Australia berada di Filipina dan Inggris.
Ketika ditanya tentang konten yang berkaitan dengan Muslim Uighur, Hunter mengaku jika kata kunci tersebut bisa menghasilkan konten beragam. Namun, ia menambahkan jika tahun lalu pihaknya menunda satu akun yang kritis terhadap tindakan China di Xinjiang.
Tiktok dijadwalkan bersaksi kembali sebelum akhir tahun ini.
Sebelumnya, pada Agustus lalu, Australia menetapkan jika Tiktok tidak mendatangkan ancaman dan tidak menerapkan larangan, sejumlah panel anggota parlemen meneliti kemungkinan pengakuan yang harus dilakukan Tiktok. (Alj)