Sesudah Idul Fitri: Quo Vadis?
Lebaran telah lewat. Arus balik pun -- bila memungkinkan mereka yang berhasil mudik -- telah bersiap kembali ke asal kerja masing-masing. Mereka pun memulai aktivitas lagi, sebagaimana dilakukan sehari-hari.
Adakah suasana Idul Fitri, atau setidaknya, suasana dengan kenyamanan dan kegairahan ibadah masih terpelihara? Itulah tantangannya.
"... Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah," tutur KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar-el Fikr Cirebon. Berikut lanjutan pesannya.
Hari raya Îdul Fitri telah berlalu dalam haru biru dan menggairahkan. Keceriaan ada di mana-mana. Meski tak seperti tahun lalu.
Betapa indahnya. Kini kita kembali menelusuri perjalanan hidup seperti hari-hari biasa. Dan kita tidak tahu apakah hari-hari kita masih akan panjang atau pendek. Semuanya tanpa kepastian. Tetapi hidup menurut Nabi adalah sebuah perjalanan pengelana: ka abiri sabîl.
Lalu Al-Qurân bertanya: Fa Aina Tadzhabûn? (Hendak kemana kalian akan pergi?). Manusia menjawab: Kita akan pergi menuju ke sebuah titik berhenti yang bernama kematian. Ada yang menjawab : kita akan kembali ke asal. Hidup ini "mung mampir ngombe".
Sekadar Mampin Minum?
Lalu jalan mana yang akan kita tempuh. Ada dua jalan saja yang bisa kita tempuh, jalan menuju kebahagiaan abadi atau jalan menuju kesengsaraan yang mungkin juga abadi. Manusia bebas memilih. Tuhan memberikan mata, telinga, hati dan akal. Tuhan juga menyediakan segala fasilitas bagi hidup dan kehidupan manusia.
Mata, telinga, hati dan akal memiliki makna ganda. Mata adalah alat untuk melihat segala sesuatu, tetapi ia juga bisa membaca tanda-tanda alam. Telinga di samping untuk mendengar bunyi dan suara, ia juga menyimpan apa saja yang didengarnya. Akal berfungsi menerima informasi dari indera yang lain lalu mengolahnya dan menyimpulkan. Tuhan berharap agar anugerah itu digunakan untuk kebaikan bagi manusia dan kemanusiaa. Akan tetapi banyak orang yang lalai akan hal itu.
Mereka menggunakan anugerah itu untuk hal-hal yang merugikan dirinya sendiri. Kepada mereka Allah menyindir sebagaimana layaknya binatang:
... Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah, mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.(Qs. Al-Arâf [7]:179).
Demikian pesan KH Husein Muhammad. Semoga bermanfaat.(14.05.21/HM)
Advertisement