Sesmenko Perekonomian Ingatkan Pentingnya Akurasi Data Jagung
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengingatkan pentingnya akurasi data sebagai dasar pengambil kebijakan untuk komoditas pangan strategis seperti jagung.
"Data dan neraca yang akurat dari komoditas pangan strategis ini penting, terutama untuk dasar pengambil kebijakan," kata Susiwijono Moegiarso saat memberikan kata sambutan dalam diskusi "Data Jagung yang Bikin Bingung" di Jakarta, Kamis.
Susiwijono memaparkan dalam pengambilan keputusan rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian seperti untuk komoditas pangan strategis apakah perlu impor atau tidak, ada beberapa kepentingan yang harus dijaga.
Sesmenko Perekonomian menuturkan kepentingan yang harus dijaga adalah kepentingan produsen yaitu petani jagung dan di sisi lain ada kepentingan konsumen yaitu masyarakat, termasuk peternak yang menjadikan jagung sebagai pakan ternak.
"ini tidak mudah menyeimbangkannya, karena ada kepentingan yang berbeda antara produsen dan konsumen," ucapnya.
Ia mengingatkan bahwa kalau harga jagung tinggi maka akan merugikan produsen atau petani jagung, tetapi bila harga terlalu rendah akan merugikan produsen atau petani jagung.
Untuk itu, ujar dia, kebijakan yang tepat adalah bagaimana bisa menyeimbangkan itu semua, dan hal tersebut membutuhkan data dan neraca yang akurat terkait jagung.
"Jadi sekali lagi data dan neraca pangan sangat penting karena harus akurat betul sebagai dasar pengambil kebijakan di lapangan," papar Susiwijono.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti meminta pemerintah memastikan data pangan benar-benar akurat terlebih dahulu sebelum mengimpor komoditas pangan seperti jagung.
"Bagi kami, soal kebijakan impor di sektor pertanian ini akan terus menjadi polemik jika persoalan mendasar mengenai data produksi dan konsumsi belum dapat diselesaikan. Padahal, itu yang menjadi dasar penetapan dari kebutuhan impor," kata Rachmi Hertanti.
Rachmi mengharapkan pemerintah jangan berspekulasi dalam menetapkan kebutuhan impor, serta mengingatkan esensi kebijakan impor, khususnya produk pertanian, hanya bisa dilakukan apabila produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan.