Sesar Surabaya dan Madura serta Gempa yang Pernah Ditimbulkannya
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) minta masyarakat tidak panik terkait keberadaan sesar atau patahan bumi yang ada di bawah tanah Surabaya dan Madura.
Deputi Bidang Geofisika BMKG, Dr. Ir. Muhammad Sadly, M. Eng, dalam keterangan tertulis yang diterima ngopibareng.id, Minggu 21 Oktober 2018 menjelaskan bahwa menurut “Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi Indonesia 2017”, secara geologis dan tektonik wilayah Kota Surabaya dan Madura memang berada pada jalur zona sesar aktif.
“(Namun) Saya berharap masyarakat tetap tenang namun waspada. Pemerintah melalui BMKG terus memantau gempa yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia selama 24 Jam penuh setiap harinya," kata Sadly.
Dalam "Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi Indonesia 2017", wilayah Surabaya berada pada jalur zona Sesar Kendeng dan Madura berada pada jalur zona Sesar RMKS (Rembang, Madura, Kangean, dan Sakala).
Berdasarkan catatan sejarah kegempaan (Visser 1922) tambah Sadly, jalur Sesar Kendeng pernah memicu terjadinya gempabumi merusak di Mojokerto (1836,1837), Madiun (1862, 1915) dan Surabaya (1867).
Sedangkan Sesar RMKS juga pernah memicu terjadinya gempabumi merusak di Rembang-Tuban (1836), Sedayu (1902), Lamongan (1939), Sumenep (13 Juni 2018 dan 11 Oktober 2018).
Sementara itu Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa potensi gempa bukan hanya ada di wilayah Surabaya dan Madura, namun juga di sebagian besar wilayah Indonesia.
Hal ini menurutnya bukan tanpa alasan, mengingat Indonesia berada dalam lingkaran Cincin Api Pasifik yang terbentuk oleh gerak lempeng tektonik aktif.
“Cincin Api Pasifik adalah zona berbentuk tapal kuda dan menjadi zona sabuk gempa paling aktif di dunia. Bukan hanya Indonesia, negara lain seperti Jepang, Taiwan, dan Selandia Baru juga masuk dalam cincin api pasifik tersebut,” kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Dwikorita, daripada meributkan ramalan dan prediksi gempa, lebih baik masyarakat bersama pemerintah dan stakeholder lainnya pro aktif mempersiapkan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
“Lakukan aktivitas seperti biasa, jangan terpengaruh oleh isu-isu yang dihembuskan oleh pihak yang ingin membuat kegaduhan dan kecemasan,” ujarnya.
Dwikorita mengatakan mitigasi bencana yang dapat dilakukan antara lain mengedukasi masyarakat tentang cara penyiapan perlindungan dan keselamatan sebelum, saat dan setelah gempa bumi.
Hal lainnya, lanjut dia, adalah membangun bangunan dan infrastruktur yang sesuai "building code"atau persyaratan bangunan tahan gempa, menetapkan tata ruang wilayah berbasis peta rawan bencana, menyiapkan jalur evakuasi, dan membangun shelter untuk evakuasi vertikal dari ancaman tsunami di daerah pantai.
“Jangan lupa senantiasa berdoa dan memohon keselamatan dan perlindungan kepada Allah SWT. Hingga saat ini belum ada satupun negara dan tekhnologi yang mampu meramalkan dan memprediksi gempabumi,” kata dia. (man)