Sesar Sorong Jadi Pertimbangan Perencanaan Konstruksi
Gunung berapi memang tidak ditemui di Papua. Tetapi kawasan bermedan pegunungan, termasuk puncak es abadi Cartenz Phyramid yang dikenal sebagai titik tertinggi di belahan selatan garis khatulistiwa, menjadi kekayaan alam terbesar Papua. Rangkaian pegunungan dari selatan dan terus ke utara menjadi Pegunungan Arfak membelah Papua Barat dikenal sarat kandungan mineral dan bahan tambang lainnya.
Kondisi geografis yang membentuk permukaan saat ini menurut penelitian bahkan disebut sebagai hasil dari aktivitas pergerakan lempengan bumi, jauh di bawah tanah. Di beberapa daerah perbukitan bahkan ditemukan fosil kerang dan karang. Ini yang memperkuat hasil penelitian jika di masa jutaan tahun silam, kawasan itu merupakan dasar lautan yang terangkat akibat pergerakan lempengan bumi hingga membentuk struktur permukaan seperti saat ini.
Pergerakan lempengan bumi itu masih aktif yang dapat memicu gempa setiap saat. Ini juga menjadi salah satu perhatian Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XVII Manokwari. Sebab di wilayah ujung kepala burung, terdapat sesar Sorong. Letak geografis existing Trans Papua di Segmen I yang berada di sesar gempa ini, kerap mengakibatkan longsoran dan patahan pada badan jalan.
PPK Perencanaan P2JN Provinsi Papua Barat Herman ST ketika ditemui mengatakan, potensi gempa itu jadi pertimbangan dalam membuat dan merencanakan konstruksi jembatan.
“Kalau untuk balai (BPJN XVII Manokwari) antisipasi gempa yang jadi pertimbangan hanya konstruksi jembatan. Kita harus menghitung berapa kekuatan daya dukung tanahnya. Kalau untuk jalan hampir tidak ada. Sedangkan untuk bangunan itu ranah Dinas PU Cipta Karya,” terangnya, Senin 3 Desember 2018.
Terkait pembangunan jembatan sejak Tahun Anggaran (TA) 2015 sampai dengan TA 2018, pencapaiannya hingga akhir tahun ini terang Herman, sudah terbangun 20 jembatan baru dan penggantian 6 jembatan di Trans Papua Segmen I.
“Belum terbangun dua buah jembatan dengan total bentang 40 meter. Target untuk TA 2018 sendiri untuk bentang jembatan totalnya 5.495 meter dengan alokasi anggaran Rp373.695.600.000,” beber pria bertubuh subur tersebut.
Mengenai potensi ancaman gempa sendiri, BPJN XVII Manokwari mengantisipasi dengan mempersiapkan unit peralatan tanggap darurat. “Jadi ketika ada kejadian force majeur seperti gempa, alat itu bisa digunakan setiap saat dan harus ada di setiap PPK di lingkup balai,” tutup Herman. (gem)