Sesak Napas Korban Kanjuruhan, RSSA Sebut Kemungkinan Keracunan
Tim medis Rumah Sakit Dr Saiful Anwar (RSSA) Malang menyebut ada kemungkinan pasien dari Kanjuruhan juga mengalami keracunan. Hal itu ditemukan dari gejala kekurangan oksigen yang banyak dialami pasien. Meski, tim dokter belum melakukan tes toksikologi khusus, untuk mengetahui jenis racun penyebab gejala tersebut.
Hal itu terungkap dalam konferensi pers RSSA bersama wartawan di Malang, Senin 24 Oktober 2022. Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA Malang, dokter Syaifullah Asmiragani, menyebut jika sebagian besar pasien dari Tragedi Kanjuruhan mengalami gejala kekurangan oksigen.
Tim kemudian menduga adanya gejala keracunan yang dialami oleh korban dari Kanjuruhan. "Kami pada saat itu tidak meneliti khusus toksikologi. Tapi kami bisa mengambil kesimpulan itu secara langsung, dari hasil lab di ICU," kata Syaifullah ketika menjawab pertanyaan wartawan, terkait dampak gas air mata, selain mata merah.
Ditambahkan dokter Akbar Sidiq spesialis anestesI RSSA Malang, hasil lab menunjukan gejala umum berupa kekurangan oksigen. Hasil lain, juga ditemukan tanda-tanda trauma. Namun zat yang menyebabkan kekurangan oksigen itu, belum diketahui. "Dari pemeriksaan, ada gangguan akibat trauma, juga akibat kekurangan oksigen. Tapi untuk zatnya tau racunnya apa, tidak diperiksakan," lanjutnya.
Hal itu terjadi sebab tim dokter di ICU RSSA Malang fokus pada pemberian tindakan atas kegawatdaruratan pasien. Sehigga tidak menyentuh pada tes toksikologi. "Tak sampai pada pemeriksan toksikologi. Itu biasanya dilakukan oleh forensik," jelasnya.
Dokter ICU ini kemudian menambahkan, zat racun yang menyebabkan pasien dari tragedi Kanjuruhan kesulitan bernapas, sulit untuk ditemukan jika tes toksikologi baru dilakukan saat ini. "Kalau sekarang dilakukan pemeriksaan, itu sudah tidak relevan. Sebab, bahan itu biasanya sudah tidak ada di tubuh pasien," imbuhnya.
Meski, tim dokter juga menyebut kondisi hipoksia atau kekurangan oksigen juga bisa disebabkan karena berimpit-impitan. "Masih ingat tragedi di Mina, tahun 1990. Itu ribuan meninggal, berdesakan, tanpa ada gas air mata," kata dokter Akbar mengingatkan tragedi di Terowongan Mina, tahun 1990an.
Ia melanjutkan jika RSSA saat ini sedang mendata semua informasi dari pasien, termasuk hasil cek laboratorium, sehingga hasilnya belum bisa dipublish. Namun ia menyebut jika pihaknya telah memberikan informasi pada tim pencari fakta, juka kepada kepolisian, terkait penyebab kematian pasien dalam tragedi Kanjuruhan.
Diketahui, pada tragedi terowongan Mina di Mekah, sedikitnya 1.429 jemaah haji tewas, akibat berdesakan di terowongan berisi lebih dari 5.000 orang, namun dengan kapasitas tampung sebanyak 1.000 orang, dikutip dari tempo.co.
Advertisement