Serunya Cycling Couple Gowes ke Bromo Bareng FreedomCCÂ (1)
Salah satu komunitas sepeda terbesar di Surabaya, Freedom Cycling Club mengadakan gowes bareng ke Wonokitri, Bromo, Minggu, 8 November. Awalnya hanya untuk anggota FreedomCC. Tapi karena antusiasme yang tinggi, akhirnya dibuka untuk umum. Banyak juga cyclist dari Surabaya, Malang, Tulungagung ikut serta.
Sebetulnya ini hanya gowes bareng temu kangen dengan teman-teman. Praktis setahun ini kami jarang bertemu gowes bersama,” buka Mahfud Tamwardi, Ketua FreedomCC.
Dipilih rute ke Wonokitri, Bromo karena sekarang jalan menuju Wonokitri itu sudah mulus. Jalanan juga sudah dilebarkan, bagian bahu jalan dicor beton. Jadi memanjakan cyclist yang menanjak sejauh 40 km dari pusat kota Pasuruan.
FreedomCC ini sengaja tidak berangkat dari Surabaya. Mereka me-loading sepeda dari Surabaya menuju ke exit pintu tol Pasuruan. “Dari sana sepeda diturunkan dan digowes menuju pendopo Wonokitri, Bromo. Sejauh 40an km,” bilang Rizki Noer, salah satu panitia dari FreedomCC.
Biar berkesan, setelah usai finis di Wonokitri, Bromo, sekitar 50 cyclist yang ikut serta ini menikmati makan siang di hotel Plataran, Tosari, Bromo. “Peserta non member FreedomCC membayar biaya untuk makan siang, marshal, dan snack di drink stop,” imbuh Rizki yang juga mengatakan bahwa gowes bareng disupport oleh EO Otak-Otak.
Banyak cyclist baru yang mencoba menaklukkan Gunung Bromo. Sekaligus juga banyak cycling couple yang gowes mesra bersama sepanjang jalan menanjak menuju 2.000 meter di atas permukaan laut.
Ikuti cerita cycling couple yang seru dan dibuat dalam dua artikel bersambung ini.
Leo Rizal Gunawan–Windy Dwi Astuti
Rasakan Nanjak Mesra Nano-Nano
Gowes menanjak ke Wonokitri, Bromo ini bukan yang pertama untuk Rizal. Sudah berulang kali mengikuti even maupun gowes bersama komunitas dilakoni oleh Rizal.
“Tanjakannya bikin kangen. Meskipun sudah tahu suffer, tapi tetap aja ingin lagi dan lagi,” tuturnya tertawa. Tapi untuk Windy, nanjak Bromo masih merupakan momok.
Saat komunitas FreedomCC bikin gowes bareng ke Bromo, langsung Windy mau ikut. “Banyak teman cewek di FreedomCC yang ikutan. Jadi percaya diri. Apalagi Rizal janji akan menemani dan mengajari nanjak sepanjang dan setinggi itu,” tutur Windy.
Sekalian, Windy yang sudah sering gowes menanjak di sekitaran Surabaya ini ingin mengetes kemampuan dirinya. “Katanya jika sudah lulus nanjak ke Wonokitri, Bromo ini berarti sudah cyclist climber yang sah. Dan saya harus lulus!” tekadnya sehari sebelum berangkat.
Dah hasilnya? Windy lulus! Padahal ini pertama kalinya dia menanjak Bromo! “Rasanya campur aduk kayak nano-nano. Ada asyiknya ada perihnya tapi banyak senangnya meskipun berat,” tuturnya setelah mencapai Wonokitri, Bromo.
Buat Rizal, gowes ke Bromo bersama istri ini adalah pengalaman pertama. “Kehidupan pernikahan kami pindah ke Bromo rute sepanjang 30an km nanjak itu.” tuturnya lantas tertawa.
Rizal kerap memberitahu Windy untuk mengoper gigi sproketnya agar pas sehingga tenaga efektif efisien, tapi Windy kadang menurut kadang tidak mau menurut. “Maklum kaki sudah panas dan capek,” bilang Rizal yang tak lelah terus memberi semangat Windy.
Berulang kali Windy ingin berhenti, tapi Rizal terus memberi semangat dan akhirnya lulus juga. “Hanya tiga kali berhenti di drink stop resmi untuk mengisi minum,” bangga Rizal.
Menurutnya gowes berdua ini sama seperti pernikahan yang harus saling membantu, mendukung, dan menyemangati agar bisa langgeng.
Dan Minggu malam Windy bisa tidur nyenyak dan sah sebagai cyclist climber karena sudah berhasil lulus menaklukkan tanjakan horor setinggi 2.000 meter itu.
Rahmat Handojo–Siska Thamrin
Gowes Berdua Itu Asyik, Saling Support
Untuk Rahmat dan Siska, gowes menanjak ke Wonokitri Bromo ini sungguh berat. Tapi karena gowesnya ramai-ramai bersama komunitas FreedomCC, jadi lebih bersemangat.
“Untung cuaca sangat mendukung. Panasnya hanya sebentar saja, ketika mulai menanjak, cuaca mendung dingin gitu. Jadi enjoy gowesnya meskipun ajubileh beratnya,” bilang Rahmat lantas tertawa.
Rahmat masih bisa tertawa dan menikmati tanjakan menuju 2.000 meter di atas permukaan laut itu. Beda dengan Siska yang sangat menderita. “Wah saya belum terbiasa nanjak berat jadi buat saya sejak awal tanjakan sampai finis berat sekali pakai banget,” tuturnya sambil meringis.
Tapi karena sejoli ini kompak dan saling menyemangati akhirnya Rahmat dan Siska berhasil sampai ke pendopo Wonokitri, Bromo. “Saya terus mengatakan ke Siska bahwa harus sabar. Tidak perlu cepat asal sabar dan finis aja. Jadi bangun pagi dan persiapan yang sudah Siska lakukan tidak sia-sia,” bilang Rahmat.
Eric Suseno Kurniawan – Eveline Handoyo
One Day, Bertekad Harus Lulus. Berdua!
“Gowes ke Wonokitri, Bromo bersama pasangan itu seru, enak, dan bisa saling menyemangati,” buka Eveline. Ini merupakan pengalaman baru untuk pasangan ini.
Awalnya, saat FreedomCC membuat gowes bareng ini, Eveline sangat antusias untuk ikut. Karena dia tahu, bila ikut FreedomCC pasti aman secara makanan terjamin, drinkstop juga ada, sekaligus marshal dan mobil loading. Membuat cyclist merasa aman tidak terlantar meski “kewer”.
Tapi Eric masih ragu-ragu atas kemampuannya. Nah, atas bujuk rayu Eveline akhirnya Eric luluh juga dan akhirnya berangkat. “Hepi sekali waktu Eric mau ikut,” bilang Eveline tertawa.
Saat gowes, Eric sempat pucat dan pusing. Lantas beristirahat sebentar lalu mencoba gowes lagi. Di tengah perjalanan, Eveline bertemu dengan cyclist lain yang kira-kira pace-nya sama. Jadi bisa mengikutinya. “Gowes bisa menambah teman baru,” bilangnya.
Sayang, keduanya tidak bisa menyelesaikan tuntas hingga finis di Wonokitri, Bromo setinggi 2.000 meter di atas permukaan laut itu. Menurut Eveline ini adalah gowes menanjak tertinggi dan terjauh yang pernah dia lakukan. Begitu juga untuk Eric.
“Tapi tidak masalah. Kami sudah bangga dengan pencapaian ini. Kami kurang kira-kira 10 km dari finis. Suatu saat pasti kami ulangi dan harus finis,” tekad Eric yang disambut anggukan sang istri.
Advertisement