Seruan 9 Organisasi Pers Lawan Oligarki: Media Wajib Pertahankan Demokrasi
Upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa 20 Agustus 2024, mendapat sorotan dari koalisi sembilan organisasi pers yang mengatasnamakan dirinya, Koalisi Lintas Organisasi Pers.
"Demokrasi kita kembali terancam. Gejala ini makin terlihat dari situasi politik terkini, yang oleh kelompok penguasa berupaya merongrong konstitusi demi tujuan pragmatisme kekuasaan. Elite kekuasaan tanpa malu-malu menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi baru-baru ini," demikian keterangan pers, Kamis 22 Agustus 2024.
Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran.
Upaya penganuliran dua keputusan lembaga konstitusi tertinggi tersebut dipertontonkan secara angkuh melalui proses legislasi rancangan undang-undang (RUU) Pilkada secara kilat, yang sudah tentu tidak mematuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan. "Tercium aroma busuk di balik niat untuk merevisi undang-undang Pilkada ini setelah putusan MK, hingga menyisakan pertanyaan tentang masa depan konstitusi dan demokrasi kita," sambung pernyataan tersebut.
Insan pers menyoroti beberapa regulasi krusial yang mulus dikebut dalam waktu singkat seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU Minerba, revisi UU KPK, UU Ibu Kota Negara (IKN) tanpa asas transparansi dan partisipasi masyarakat. Padahal banyak RUU yang lebih mendesak untuk kepentingan masyarakat seperti RUU Masyarakat adat, RUU Perampasan Aset, Perlindungan Data Pribadi, dan sebagainya.
"Di tengah situasi ini, peran pers dan jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi tidak boleh lagi melunak pada upaya-upaya kekuasaan yang hendak melumpuhkan demokrasi. Bila Putusan MK bisa mereka anulir dalam waktu sekejap, bukan tidak mungkin undang-undang yang menjamin kebebasan pers, berpendapat dan berekspresi, pelan-pelan dilucuti dengan mudah sampai kita menuju era kegelapan,” tegas keterangan tersebut.
Setidaknya upaya ini pernah dicobakan pada rencana revisi undang-undang penyiaran yang muatannya justru menjurus pada pemberian ruang kontrol negara terhadap isi siaran," sambungnya.
Pada situasi saat ini, lanjutnya, pers profesional harusnya melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan demi menjaga masa depan kebebasan dan demokrasi. "Rezim pemerintahan Jokowi memang tidak membredel media, namun banyak praktik selama ini justru mengancam kebebasan pers, berpendapat, dan berekspresi. Seperti kekerasan terhadap jurnalis yang terus meningkat, represi kritik di ranah digital, hingga upaya-upaya “membeli” ruang redaksi untuk membangun citra positif pada kebijakan kontroversi yang ditentang oleh rakyat," sambung dia.
Koalisi Lintas Organisasi Pers menyatakan dan menyerukan empat poin, antara lain:
Demokrasi kita terancam dan pers wajib membelanya.
Mengingatkan media dan jurnalis tetap independen dan profesional dalam memberitakan kebenaran serta tidak takut menyajikan informasi yang akurat, kritis, dan terverifikasi dan tidak mudah diintervensi.
Di tengah situasi politik yang kisruh saat ini, mengingatkan pemerintah untuk menjamin perlindungan media dan jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik melaporkan informasi kepada publik.
Pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara dengan tidak merepresi pendapat dan kritik di berbagai kanal, termasuk ruang digital.
Jakarta, 22 Agustus 2024
Koalisi Lintas Organisasi Pers
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ)
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya
Pewarta Foto Indonesia (PFI)
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK)
Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)