Sering Terjadi Konflik, Petani Jatim Minta Perlindungan Pemprov
Para petani di Jatim menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) masih belum melindungi beberapa haknya. Maka itu, mereka mendatangi Kantor Gubernur Jatim di Jalan Pahlawan, Surabaya, pada Kamis, 24 September 2020 siang tadi.
Juru bicara massa aksi, Naning Suprawati mengatakan, bahwa dalam rangka Hari Tani Nasional ini, mereka ingin memberitahukan bahwa hingga sekarang, konflik masih sering terjadi.
“Ini adalah momentum Hari Tani, yang secara payung hukum UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), secara konstitusi menegaskan tanah ini bisa dikelola untuk kemakmuran petani,” kata Naning, di sela berlangsungnya aksi.
Konflik yang terjadi, kata Naning, sering kali diakibatkan karena adanya gesekan antara pemerintah dengan petani, yakni menyangkut masalah kepemilikan tanah yang masih ditanami.
“Hingga hari ini telah terjadi banyak konflik, khususnya di Jatim, mulai dari Banyuwangi, Jember, Malang. Kaum petani harus berhadapan dengan TNI, Perhutani dengan pemodal,” jelasnya.
“Makanya kita suarakan, karena tanah itu adalah masa depan, tanah itu adalah alat produksi. Bagaimana kita akan ngomong masa depan pangan kalau tidak berdaulat atas tanah,” imbuhnya.
Belum usai masalah kepemilikan tanah, lanjut Naning, masalah bagi petani bertambah setelah DPR RI berencana mengesahkan Omnibus Law, yang melarang adanya peredaran benih.
“Kemudian berkaitan dengan Omnibus Law, kita sudah judicial review terkait persoalan benih, awalnya tidak diperbolehkan melakukan pengedaran benih, sekarang boleh namun dalam skala kabupaten,” ucapnya.
Maka itu, Naning berharap agar Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan kebijakan yang berpihak kepada para petani.
“Pemerintah punya otonom melindungi petani, mahasiswa, nelayan, buruh dengan UU dan kebijakan yang benar-benar pro petani, yang melindungi bagaimana harga pangan, serta bagaimana rakyat Jatim tidak kelaparan,” tutupnya.