Serikat Petani Tolak Kerja Sama Perhutani Blitar
Ratusan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM) menggeruduk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar, Selasa 31 Oktober 2023. Para petani ini berunjuk rasa menolak Perjanjian Kerjasama (PKS) yang digulirkan oleh Kepala Perum Perhutani di lahan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Administratur Perhutani Blitar, Muklisin menuturkan, skema PKS yang ditawarkan kepada petani penggarap, yaitu konsep pemanfaatan dengan kelola kerja sama, yang mana kawasan hutan harus tetap kembali sebagaimana fungsinya.
"Tetapi masyarakat boleh mengakses, boleh memanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam, tetapi ada aturan- aturan yang harus ditaati," jelasnya.
Skema yang ditawarkan Perhutani sesuai Surat Keputusan (SK), sebanyak 50 persen harus ada tanaman kehutanan.
"Hasil dari pengelolaan lahan kehutanan sosial yang sudah dikerjasamakan, kewajiban pertani membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," jelas Muklisin.
Menurut Muklisin, ada 33 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang sudah menyetujui PKS dari 40 LMDH di Kabupaten Blitar. Masih tujuh kelompok yang belum menandatangani MoU (Memorandum of Understanding).
Terpisah, Muhamad Triyanto juru bicara SPJSM kepada Ngopibareng.id saat di Gedung DPRD Kabupaten Blitar di Kanigoro, mengatakan bahwa pihaknya mengacu kepada SK No 287 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa terkait pengelolaan hutan yang ada di Jawa dari 2.4 juta Ha, sebanyak 1.1 Ha dikeluarkan dari wilayah Perhutani.
"Di Kabupaten Blitar luas wilayah yang ditetapkan menjadi lahan KHDPK seluas 38 ribu hektar, sementara luasan lahan KPH mencapai 57 ribu hektar," jelasnya.
Triyanto mempertanyakan kepada Kepala Perhutani, “Apakah diperbolehkan Perhutani membuat perjanjian baru".
Menurut pemahaman Triyanto bahwa dalam SK KHDPK bisa menghabiskan PKS yang lama. "Kalau PKS berakhir ya sudah selesai," imbuhnya.
Triyanto beranggapan bahwa kewenangan terkait KPS dengan LMDH merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Triyanto di depan anggota dewan juga mengeluhkan Perhutani masih cawe-cawe (ikut campur) dalam area wilayah KHDPK.
“Kami akan menghadap menteri, terkait fakta di lapangan ini,” tegas dia.
Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Suwito Sarens kepada wartawan usai memimpin audiensi, menyayangkan terhadap perwakilan aksi yang tidak memanfaatkan audiensi dengan baik, terkait pengelolaan area KHDPK.
“Kita ngundang dinas-dinas ini suruh ngapain?" tanya dia balik.
Suwito Sarens menyebut, sebetulnya konsep perhutanan sosial bagaimana petani bisa memenuhi kewajibannya selain hak-haknya, barangkali diperlukan pemerintah hadir melalui dinas-dinas yang ada supaya beriringan antara kesejahteraan masyarakat dan hutan lestari.
"Evaluasi dari perhutanan sosial merupakan progres tanaman tegakan, progres dari tanaman fungsi hutan itu sendiri," jelasnya.
"Perhutani juga sama, ada penjelasan masa transisi selama lima tahun, masih ada keterkaitan dengan Perhutani, sebetulnya KHDKP tidak serta-merta lepas, di luar kawasan hutan," paparnya.
Menurut Suwito Sarens, titik area KHDPK sudah definitif dan ada SK-nya. Dewan mendorong kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan, PNBP, ditambah kewajiban harus ada penanaman pohon tegakan.
"Menurut Perhutani, tanaman tegakkan masih jauh dari harapan, bahkan masih nol," imbuhnya.
Saat penerima awal SK, lanjut Suwito Sarens, kawasan kehutanan sosial seharusnya menjadi pilot projects.
"Kesesuaian lahan dengan tanaman seperti buah atau apa? Yang bisa dipetik hasil hutan non kayu untuk kesejahteraan sendiri, usaha tani, di sana ada peternakan, atau komoditas yang lain bisa dipadukan agar fungsi hutan secara ekologis menjadi hutan lestari," demikian penjelasannya.
Di akhir penjelasannya, Suwito Sarens menganggap, dewan telah mempertemukan seluruh Stakeholder dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) untuk mengikuti audiensi dengan perwakilan para petani.
"Sayangnya, pihak yang difasilitasi ini tidak produktif, harusnya dimanfaatkan oleh perwakilan petani tersebut," pungkasnya.
Advertisement