Serikat Pekerja Meminta Pemkot Surabaya Perhatikan Buruh Pabrik
Serikat buruh soroti kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang membuka tempat kerja tanpa melakukan pemantauan di lapangan secara berkala. Sebab selama ini, sistem buruh yang bekerja di pabrik masih sama dengan ketika tidak ada Covid-19.
Juru bicara Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Nuruddin Hidayat, mengatakan Pemkot Surabaya telah membuka sektor industri beberapa hari lalu. Namun di sisi lain, hal itu tak dibarengi dengan jaminan kesehatan terhadap buruh.
“Pemerintah mengatakan, industri gak apa buka asal menerapkan protokol kesehatan. Siapa yang menjamin perusahaan itu menerapkan protokol kesehatan dengan benar,” kata Nuruddin kepada Ngopibareng.id, Sabtu, 18 Juli 2020.
Sebab, kata Nuruddin, sistem kerja para buruh masih sama seperti sebelum ada Covid-19 di Kota Surabaya. Hal tersebut telah dibuktikan sendiri di lapangan saat bekerja.
“Kita sudah lama menyoroti kebijakan penerapan protokol di tempat kerja. Pada saat PSBB lalu dan sekarang sudah adaptasi kebiasaan baru, sebenarnya tidak ada perbedaan dari teman buruh,” jelasnya.
Menurut Nuruddin, saat ini tidak semua perusahaan telah menerapkan protokol kesehatan dengan tepat. Seperti, menyediakan tempat cuci tangan di lokasi pabrik, hingga jaga jarak saat berada di lingkungan kerja.
“Apakah perusahaan telah menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, masker untuk pekerjanya? Kantin ketika istirahat jam makan siang apakah telah menerapkan physical distancing? ini nggak ada yang ngawasi,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Nuruddin juga tidak setuju dengan Perwali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 Pasal 12 ayat 2. Yang mengharuskan para pekerja membawa surat bebas Covid-19 yang berlaku selama 14 hari.
“Yang paling penting penerapan protokol kesehatan di tempat kerja, bukan rapid test. Mereka tetap bekerja seperti biasa pada saat PSSB maupun adaptasi kebiasaan baru. Paling penting adalah pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan di tempat kerja,” ujarnya.
Karena menurut Nuruddin, hal tersebut malah akan membebani karyawan yang kondisi ekonominya lagi menurun. Selain itu, ia menilai ketepatan rapid test dalam mengindentifikasi Covid-19 juga cukup rendah.
“Teman-teman saya, anggota saya sudah pada mengeluhkan rapid tes. Nanti secara organisasi, kami akan bersurat ke Walikota terkait Perwali ini, bahwa teman-teman buruh keberatan karena biayanya,” tutupnya.