Seratus Tahun Pondok Ploso, Bukan Sakadar Manfaat tapi Perjuangan Menjaga Sistem Pesantren
Usia Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri telah gepan seabad. Alias seratus tahun. Sederet kegiatan digelar. Baik di lingkungan pondok pesantren berlokasi di Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, maupun di kalangan lebih luas.
Seorang alumninya, KH M Ma’ruf Khozin, di antara punya catatan tersendiri akan eksistens Pondok Ploso, yang didirikan KH Djazuli Utsman (almaghfurlah) dan menelorkan para pelanjutnya seperti KH Zainuddin Djazuli, KH Munif Djazuli (almaghfurlahum) dan KH Nurul Huda Djazuli. Berasal dari Pesantren Ploso pun mencuatka nama KH Chamim Djazuli alias Gus Miek (almaghfurlah), yang aktif menyebarkan semangat semaan Al-Quran pada masa hidupnya.
Berikut catatan Kiai Ma’ruf Khozin, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Suramadu, Bangkalan, Madura:
Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, yang didirikan oleh salah satu Pendiri NU, KH M Hasyim Asy'ari, memiliki sistem pendidikan yang sistematis, simple, relatif cepat dan tetap mempertahankan kualitas ilmu agama.
Ada seorang peneliti yang hendak mengangkat kurikulum di masa Hadratusy Syekh Hasyim Asy'ari di masa kepengasuhan Gus Sholah, maka beliau memberi saran kepada peneliti tersebut: "Silakan ke Pondok Ploso, karena yang melestarikan sistem Pondok Tebuireng adalah Pondok Ploso".
Di Indonesia ada ratusan Pondok yang telah melewati satu abad, bahkan ada yang menjelang tiga abad. 2022 lalu PBNU telah memberi anugerah atas capaian beberapa pesantren yang masih bertahan hingga beberapa generasi, yang terakhir saat itu disebut adalah Pondok Ploso.
Pondok Ploso tidak hanya eksis dalam pendidikan dalam menyebarkan ilmu dan menjadikan para alumninya sebagai ahli ilmu dan ibadah. Jika sekedar menjaga asas manfaat maka sudah dijanjikan dalam Al-Quran dapat bertahan di muka bumi:
وَاَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِى الْاَرْضِۗ
"Tetapi apa yang bermanfaat bagi manusia mak akan menetap di bumi" (Ar-Ra'd 17)
Mempertahankan Sistem Pesantren
Akan tetapi Pondok Ploso telah berhasil mempertahankan selama seabad ini menggunakan sistem yang dahulu dirintis oleh Kiai Hasyim Asy'ari. Para Pengasuh pun tetap berkomitmen untuk terus mempertahankan kurikulum tersebut.
Apa yang dimaksud judul di atas "Sistematis dan Relatif Cepat?" Sesuai proses yang saya jalani, Madrasah Ibtidaiyah dijalani 3 tahun, menjadi matang untuk persiapan ke jenjang di atasnya dan sudah matang ilmu tajwidnya. Andai santri Ploso harus boyong di jenjang ini, dia sudah bisa menjadi imam salat di masjid, memimpin kegiatan keagamaan di kampung. Begitu masuk jenjang kelas 1 Tsanawiyah akan difokuskan pada ilmu Sharaf dan I'lal. Kelas 2 Tsanawiyah memasuki penguasaan kitab Akidah Tuhfatul Murid Syarah Jauharah At-Tauhid. Sementara Imrithi dan Nazam Maqshud lebih pada pengulangan dari pelajaran tahun sebelumnya.
Kelas tiga Tsanawiyah ini proses paling berat, yakni mengkhatamkan Alfiyah hanya dalam 1 tahun dengan materi ringkasan kitab Al-Asymuni sebagai Syarah Alfiyah. Sehari harus berhadapan dengan 8 bait Alfiyah untuk bisa khatam setahun. Di jenjang kelas 4 Tsanawiyah baru berjumpa Balaghah, Mantiq, Qawaid Fiqh, Falak-Hisab, Faraidh, dan sebagainya. Lulusan madrasah Tsanawiyah selama 4 tahun setara dengan madrasah Aliyah di Pondok lain.
Jenjang terakhir disebut Musyawirin yang hanya fokus pada Fikih, mulai Fathul Qarib, berlanjut ke Fathul Mu'in dan terakhir adalah Fathul Wahhab. Alhamdulillah saat ini telah resmi diakui sebagai Ma'had Aly dengan materi khusus Fikih dan Ushul Fiqh.
• Alhamdulillah bisa hadir di 100 tahun pertama Pondok Ploso. Foto ini adalah KH Jazuli Utsman pendiri Pondok Ploso dan manuskrip kitab beliau.
Advertisement