Serat Centhini Bukan Pornografi
Meskipun bercerita tentang peristiwa seksual dan disertai kata-kata cabul tetapi kitab Serat Centhini tidak bisa dianggap karya pornografi. Jika memahami konteksnya, kitab yang ditulis tahun 1814 itu merefleksikan spiritualitas.
Demikian Dr Djoko Susilo, dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam diskusi di Lembaga Sensor Film (LSF) Perwakilan Jawa Timur di Surabaya, Kamis kemarin.
Hadir dalam diskusi itu antara lain, Ketua LSF Dr Ahmad Yani Basuki, Ketua Komisi I LSF Imam Suharjo, kalangan tenaga sensor, perusahaan rekaman dan stasiun televisi.
Serat Centhini ditulis Pangeran Adi Anom dari Kasunanan Surakarta. Salah satu babnya adalah bercerita tentang seksual yang dibalut mistisisme Islam dan Jawa. Dituturkan dalam bentuk tembang.
Djoko Susilo mengatakan, Serat Centhini yang tebalmnya 4.000 halaman menceritakan fenomena sosial budaya yang ada pada masyarakat Jawa, termasuk seksualitas. Ada empat kategori seksualitas. Yaitu, normatif, rekreatif, eksploitatif, dan destruktif.
"Normatif dan rekreatif sudah kita ketahui. Ternyata di masyarakat Jawa pada masa lalu juga sudah kenal seksual eksploitatif seperti pelacur dan gigolo. Ada juga seksual destruktif seperti perkosaan, homoseks dan swinger," katanya.
Cerita seksual itu jika tidak memahami konteksnya, bisa menimbulkan anggapan Serat Centhini itu pornografi. Padahal cerita seksual itu konteksnya adalah penggambaran perkembangan spriritual seperti syariat, hakikat dan hijrah. (anh)