Serapan PBB Rendah, Piutang Pajak Situbondo Rp45 Miliar Lebih
Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Situbondo, Jawa Timur, mencatat total piutang pajak hingga 2020 mencapai Rp45 miliar lebih. Penyebabnya, serapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat rendah, menyusul 15 desa dari 132 desa di Situbondo tidak melunasi restribusi PBB selama lima tahun terakhir.
Kepala BPPKAD Situbondo, Hariyadi Tedjo Laksono kepada wartawan di Situbondo, Rabu 2 Juni 2021 mengatakan, sejak 2018 hingga 2020, banyak desa tidak melunasi PBB. Selama lima tahun berjalan. Bahkan ada 15 desa sama sekali tidak menyetor PBB, dan 17 desa lainnya hanya menyetor PBB 1 persen. Sehingga, piutang pajak mencapai Rp45 miliar lebih karena serapan PBB sangat rendah.
Haryadi menjelaskan, capaian PBB di Situbondo dari tahun ke tahun terus menurun. Pada 2016, pajak disetor ke kas daerah Rp4,1 miliar. Kemudian pada 2017 turun menjadi Rp.3,9 miliar dan turun lagi Rp3,6 miliar pada 2018. Pada 2019 kembali turun menjadi Rp3,7 miliar dan pada 2020 hanya terealisasi Rp.2,3 miliar.
”Hingga akhir Mei 2021, dari pagu pajak Rp8,3 miliar, baru masuk Rp.520.393.000, 00 atau 6,25 persen,” jelasnya.
Rendahnya serapan pajak, menurut Haryadi, karena tidak ada reward and punishment terhadap desa yang tidak melunasi PBB. Sehingga, sehingga desa terkesan mengabaikan kewajiban menyetor PBB.
”Padahal, dari jumlah pajak yang disetor itu, desa mendapat bagi hasil pajak sebesar 10 persen dari total pajak yang disetor," ujarnya.
Mantan Kepala Bappeda Situbondo ini berharap, perubahan sistem insentif bagi hasil pajak (BHP) yang dilakukan Bupati Karna Suswandi bisa meningkatkan serapan PBB. Sehingga, dapat menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Situbondo dari sektor pajak.
”Kalau dulu, bayar gak bayar pajak, desa tetap mendapatkan BHP 100 persen. Sekarang diubah sistemnya, desa mendapat 60 persen dari BHP dan 40 persen diberikan sesuai presentasi perolehan PBB,” pungkasnya.