Serap Aspirasi Peternak Ayam Petelur di Blitar, Ini Kata Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui peternak ayam petelur terancam akibat persaingan tak seimbang dengan peternak skala besar.
Pernyataan itu disampaikannya setelah bertemu dengan peternak ayam petelur di Balai Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Kamis, 11 November 2021.
Moeldoko menyadari, pemerintah harus segera mencari solusi atas persoalan yang dihadapi peternak berskala kecil. "Ini harus diatur agar mereka tetap bisa hidup. Jangan sampai lama-lama dia tergerus oleh munculnya usaha baru yang kapitalnya besar," kata Moeldoko.
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia itu berjanji segera membicarakan persoalan tersebut dengan Menteri Pertanian Yasin Limpo.
"Persoalan harus dicarikan solusinya. Bagaimana menjaga keberlangsungan usaha peternak rakyat kecil ini yang di sampingnya ada pengusaha besar," tambahnya.
Moeldoko juga memahami perusahaan besar yang masuk ke sektor pembudidayaan ayam petelur itu menambah beratnya usaha peternak kecil yang selama ini juga menghadapi pihak integrator, istilah untuk produsen pakan ternak dan bibit ayam (DOC).
Namun, kata Moeldoko, sebenarnya sudah ada aturan dari Kementerian Pertanian yang membatasi integrator hanya boleh ikut membudidayakan ayam petelur maksimal dua persen dari total populasi ayam petelur nasional.
Moeldoko merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 yang mengizinkan pihak integrator membudidayakan ayam petelur untuk memproduksi telur maksimal dua persen dari total populasi ternak.
Masalahnya, ternyata selain integrator yang menguasai hulu dan hilir usaha telur terdapat juga perusahaan-perusahaan besar yang memfokuskan usahanya pada produksi telur. Kata Moeldoko, harus ada campur tangan pemerintah untuk menjaga agar peternak skala kecil bisa tetap hidup.
"Karena seperti tadi, anak-anak muda yang punya keinginan membangun usaha di sektor ini kalau tidak ada kepedulian yang tinggi bisa-bisa mereka akan kolaps," ujarnya.
Sementara terkait tingginya harga jagung yang tidak diikuti dengan naiknya harga telur dalam beberapa beberapa bulan terakhir, menurutnya lebih disebabkan dampak dari turunnya permintaan telur di pasaran akibat pandemi Covid-19.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan, situasi sulit yang dihadapi peternak terjadi pada bulan-bulan ketika terjadi ledakan kasus Covid-19 yang memaksa pemerintah memberlakukan PPKM darurat.
Beragam pembatasan kegiatan masyarakat selama PPKM darurat, ujarnya, membuat roda ekonomi masyarakat tersendat dan berdampak pada turunnya daya beli.
"Nah, sekarang dengan kondisi levelnya sudah bagus, level 1, level 2 ini, sekarang nanjak lagi harganya. sudah mencapai Rp 22.000 (per kilogram)," ujarnya.
Moeldoko berharap situasi pandemi yang memaksa pemerintah memberlakukan PPKM darurat tidak terulang lagi. "Dan waktu itu sebenarnya bukan hanya peternak ayam petelur yang terdampak tapi juga semuanya terdampak," ujarnya.