Sepuh Bukan Sepuhan
Beberapa minggu ini ada video viral seseorang sepuh dari Malang yang mengaku murid Hadratussyaih Mbah Hasyim Asy’ari, sang pendiri NU. Dia bercerita pernah ikut perang bersama Mbah Hasyim melawan Belanda di Surabaya sehingga diwawancarai oleh sebuah Channel YouTube sebuah pesantren di Jombang. Sebagai warga asli Malang saya tergerak untuk menelisik keberadaan beliau apakah benar dia sudah berusia 115 atau bahkan ia pernah mengaku berusia 135 tahun?
Saya teringat kasus lama, pada kisaran tahun 90an di Kota Malang ada seorang sepuh yang juga mengaku berusia 130 tahun dan mengaku kenal dengan buyut atau kakeknya kakek saya, Mbah buyut Abdurrahman yang bergelar “Singoyudho“ pembabat alas desa Bululawang Malang. Beliau mengerti letak kuburannya dan pohon apa yang ada di dekat kuburannya, sehingga kami semua keluarga Bani Singoyudho percaya dan sering datang sowan ke sana, menanyakan kisah cerita masa lalu Mbah Buyut kami yang konon pendatang dari Pasuruan dan sisa pasukan Diponegoro.
Awal mulanya kami sangat percaya, karena penampilan beliau yang khas kiai sepuh, memakai jubah dan serban bahkan kalau berdoa terkesan seakan menangis meneteskan air mata. Keluarga kami sangat menghormatinya meskipun di dalam hati kecil saya masih timbul keraguan, melihat tekstur kekencangan kulit wajah dan nada suaranya yang masih mencerminkan usia 80an.
Hingga suatu hari saya menghadiri haul di Pondok Pesantren Gading Malang, kebetulan saya duduk bersebelahan dengan seorang Kiai Sepuh dari daerah Ketawang Gede dekat UIN Maliki. Saya bertanya tentang Kiai Sepuh itu dan ternyata beliau mengenal baik sang sesepuh yang mengaku kenal buyut saya tadi dan menjelaskan bahwa sesungguhnya dia tidak sesepuh yang dia katakan, karena kiai ini mengenal dia sejak kecil dan usianya sepantaran atau sebaya tidak beda jauh.
Saya pun terkejut bukan kepalang, ketika saya bertanya bagaimana ia bisa mengenal kakek buyut kami dan menceritakan sejarah hidupnya? Kiai ini menjelaskan kepada saya bahwa sang sepuh itu dahulu adalah bekerja sebagai makelar lalu tirakat di sebuah kuburan dan mendapatkan semacam ilmu atau khadam untuk mengetahui sejarah masa lalu seseorang. Sejak saat itu, kami tidak pernah pergi ke sana lagi karene apa yang dia ceritakan bukanlah kenyataan yang dilakukan.
Kembali ke sesepuh yang kini viral videonya tadi. Saya mencoba menelusuri dan menggali informasi ternyata dia berasal dari desa tetangga, hanya dipisahkan sungai. Beberapa orang masih mengenalnya sejak masa muda, dan konon dia pernah mengaji kepada kakek saya. Ketika saya tanya tentang kisaran usianya semua memperkirakan masih di sekitar 90an saja bahkan kurang.
Saya mencoba bertanya ke salah satu cucu Mbah Hasyim, apakah benar hadratussyaikh ikut perang Sepuluh November di Surabaya? Dijawab tidak, karena Mbah Hasyim saat itu sudah usia di atas 70 tahun dan tidak mungkin ikut berangkat perang. Ketika saya tanyakan apakah benar Mbah Hasyim juga sering keliling dunia mengisi pengajian di Brunei, Pakistan dan Washington sebagaimana yang diceritakan simbah di video yang viral itu? Dijawab bahwa itu tidak masuk akal, karena untuk urusan komite hijaz ke Saudi Arabia yang maha penting saja beliau, Mbah Hasyim tidak ikut berangkat.
Alhasil, ternyata pengakuan menjadi sesepuh itu perlu saksi dan bukti, bukan sekedar pengakuan. Video yang viral di salah satu Channel YouTube pesantren di Jombang ini kini juga sudah dihapus karena ketidakjelasan ini.
*)Dr. KH . Ahmad Fahrur Rozi. M.Pd, Pengasuh PP. Annur 1 Malang, Wakil ketua PWNU Jatim