Orkes Dangdut Sepi Job, Banting Setir Jadi Pedagang
Selama pandemi corona atau Covid-19, warga diimbau untuk tidak berkumpul. Pesta hajatan pun dilarang karena berpotensi mendatangkan banyak orang. Imbasnya, orkes dangdut pun mangkrak. Mereka sepi job sejak Maret 2020, atau saat pandemi corona menyebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Salah satu biduan dangdut, Ana Sundari asal Desa Sumoyono, Jombang, mengaku sepi job. Untuk menyambung hidup, dia banting setir jadi penjual beras. Beras itu dipasoknya dari tengkulak yang menjual padinya ke penggilingan kakak iparnya.
“Semenjak pertengahan Maret nggak ada job nyanyi sama sekali. Akhirnya saya memutuskan jualan beras. Beras saya dapat dari kakak ipar saya,” kata Ana kepada Ngopibareng.id, pada Selasa 23 Juni 2020.
Selain berjualan beras, ibu ketiga anak itu juga berjualan kue kering serta jajanan hari raya saat Bulan Ramadhan lalu.
"Jualan kacang telur dan kue berbentuk ulat. Idenya karena banyak orang yang mencari jajan itu buat persiapan Lebaran lalu," ungkap Ana.
Pemilik nama panggung Ana Permatasari ini tergolong panjang akal. Dia juga memasarkan alat pelindung diri berupa masker dan hand sanitizer buatan sendiri. Tak hanya itu, hasil produk suaminya berupa tempat duduk untuk anak-anak di sepeda motor juga dipasarkannya secara online.
“Berbagai jualan saya coba saat melihat peluang. Ya masker, hand sanitizer hingga produk suami. Semua saya lakukan agar bisa dapat pemasukan,” tambahnya.
Sebelum pagebluk melanda, sehari-hari Ana bisa naik panggung hingga lima kali. Khususnya dalam acara nikahan, sunatan, jalan sehat, halal bihalal, peringatan hari kemerdekaan Indonesia (Agustusan) hingga seremoni sebuah perusahaan tertentu.
Untuk sekali manggung, Ana yang sudah berkecimpung di dunia orkes sejak 2005 ini bisa mengantongi uang Rp1 juta. Sayangnya untuk saat ini paling besar untung yang dapat diraupnya dari hasil jualan hanya Rp 50.000.
Kondisi perekonomiannya diperparah dengan tidak adanya bantuan dari pemerintah setempat untuk warga terimbas covid. “Dulu kalau manggung bisa Rp1 juta, sekarang paling besar Rp 50.000. Bantuan dari pemerintah pun tidak dapat, padahal kemarin sudah di data dan nama saya tercantum,” keluhnya.
Nasib serupa juga dialami Fadeli. Pimpinan orkes Pesona di Desa Kuwik yang juga seorang keyboardis ini menyebut, dirinya tidak ada kesibukan apa pun sejak empat bulan terakhir. Bapak dua anak itu pilih menganggur. Dia tengah menikmati menghabiskan waktunya di rumah bersama keluarga.
“Saya sepi job sudah empat bulan, sudah lupa lagu-lagu dan tangan mulai kaku. Ini mau jualan atau usaha apa sudah tidak terbiasa. Akhirnya saya nggak ngapa-ngapain seadanya saja,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Fadeli mengandalkan uang yang tersisa dari hasil manggung sebelum pandemi corona. Uang tabungan desa yang dianggapnya bisa digunakan untuk bertahan hidup ternyata tak kunjung cair. Padahal sebelumnya dia sudah genap setahun menabung dan terkumpul hampir Rp5 juta.
Alhasil, jika memerlukan suntikan dana, pria kelahiran 1969 itu tak sungkan meminjam saudara.
“Bertahan dengan uang pinjaman adik untuk sementara ini. Padahal sebelumnya menabung di desa selama setahun ada Rp4,7 juta, tapi ngak tahu kenapa tak juga cair. Bantuan pemerintah juga nggak ada,” keluhnya.
Fadli lantas teringat bagaimana dirinya 'kebanjiran' job sebelum corona. Dalam sehari, dia bisa manggung dari pagi hingga malam hari. Per acara durasinya 3 jam dan keuntungannya lebih dari Rp 400.000 per hari.
Namun, Fadli mengaku, orkesnya sempat dapat job reuni sekolah teknik (ST) yang diselenggarakan pensiunan angkatan laut, pada 21 Juni 2020. Kendati takut terpapar corona, Fadeli akhirnya memutuskan untuk mengambil kesempatan itu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
“Sempat ngisi acara reuni ST di Jombang, undangan dari pensiunan Angkatan Laut. Saya dan rekan yang lain mematuhi protokol dengan memakai masker dan menjaga jarak aman,” tutupnya.