Sepatoe Tjinta, Pabrik Sepatu Kulit Legendaris Bondowoso
Bondowoso tidak hanya dikenal makanan khasnya tape dan kerajinan kuningan Cindogo Kecamatan Tapen. Produk sepatu kulit juga sangat diminati orang luar Bondowoso dan wisatawan mancanegara.Kerajinan sepatu kulit Bondowoso digarap secara manual dan keberadaannya sudah sangat lama.
Sayangnya, kerajinan sepatu kulit asli Bondowoso ini terkadang kurang populer di telinga masyarakat yang kebanyakan pendatang. Mereka ada yang tidak percaya, kalau Bondowoso memiliki produk sepatu kulit dikenal masyarakat di kota besar hingga luar Jawa serta wisatawan mancanegara. Sehingga, tidak banyak yang tahu tempat usaha orang yang membuat dan menjual sepatu kulit asli Bondowoso ini.
Tapi, bagi masyarakat Bondowoso yang usianya di atas 30 tahun, sepatu kulit asli Bondowoso tidak asing. Mereka tidak kesulitan mencari tempat pembuatan dan penjualan sepatu kulit itu.
Lokasinya di dalam kota, tepatnya di Jalan Wahid Hasyim Bondowoso dan memiliki ciri khas yang tidak dimiliki toko lain. Nama toko juga unik dan memakai ejaan Bahasa Indonesia lama, yakni Toko Sepatoe Tjinta. Begitu juga, konstruksi bangunan toko berbeda dengan toko di kanan-kirinya.
Sehingga, toko Sepatoe Tjinta yang sekaligus tempat membuat sepatu kulit, terlihat seperti kuno. Tapi, dinding toko berlantai dua, sudah mengikuti zaman. Temboknya kokoh seperti konstruksi bangunan peninggalan zaman Belanda dan Jepang.
”Meski sudah perbaiki, tapi keaslian toko Sepatoe Tjinta tetap saya dipertahankan, seperti pertama kali didirikan bapak saya,” kata Ishak pemilik toko Sepatoe Tjinta, Minggu, 27 Juni 2021.
Bahan Baku Kulit Asli dan Dikerjakan Manual
Selain itu, untuk menjaga keaslian produk Sepatoe Tjinta, Ishak mengaku tidak sembarangan membeli bahan baku kulit. Bahkan, pembuatan sepatu dan sandal kulit pria dan wanita, tetap dikerjakan seperti yang dilakukan pendirinya almarhum Asnawi, orang tua Ishak. ”Baik sepatu maupun sepatu sandal merek Sepatoe Tjinta, semua kulit asli. Pembuatannya tetap manual, saya jahit dengan tangan seperti dilakukan almarhum bapak saya Asnawi,” ujarnya.
Bahkan, 75 persen lis atau cetakan bentuk sepatu dan sepatu sandal merupakan peninggalan sang pendiri usaha Sepatoe Tjinta. Sehingga, model sepatu dan sepatu sandal zaman 1950-an hingga sekarang tersedia di toko Sepatoe Ttjinta. ”Usaha Sepatoe Ttjinta ini didirikan bapak saya Asnawi sekitar tahun 1950-an. Beliau sambil berjuang, juga menyempatkan membuat sepatu yang kebanyakan pesanan orang Belanda dan Jepang,” terang Ishak.
Lantaran pemesannya bertambah banyak, menurut dia, bapaknya serius menggeluti usaha Sepatoe Tjinta. Pembelinya tidak hanya orang yang tinggal di Bondowoso, tapi luar kota Bondowoso, termasuk orang Belanda. ”Akhirnya bapak saya merekrut puluhan pekerja untuk membantu membuat sepatu karena banyak yang pesan,” imbuhnya.
Sepeninggal Asnawi, usaha Sepatoe Tjinta dilanjutkan Ishak, anak laki-laki satu-satunya dari tujuh bersaudara pada 1990-an. Tidak memiliki keahlian seperti bapaknya, ternyata tidak membuat Ishak patah semangat.
Dengan kemampuan otodidak selama membantu bapaknya, dia bisa mempertahankan usaha Sepatoe Tjinta peninggalan bapaknya. Bahkan, produk Sepatoe Tjinta, kini dikenal luas masyarakat luar Bondowoso dan wisatawan mancanegara.
Membuat Sepatu Sesuai Pesanan
Ini tidak lain dari kerja keras Ishak memanfaatkan saudara-saudara perempuannya yang tinggal di kota-kota besar di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa ikut mempromosikan produk Sepatoe Tjinta. Tak heran, produk Sepatoe Tjinta terjual di Jakarta, Surabaya, Malang, Bandung, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi. ” Itu berkat bantuan saudara-saudara saya yang tinggal di daerah-daerah itu. Kami ingin usaha bapak tetap ada dan dikenal masyarakat luas,” terang Ishak.
Dia juga mengaku tetap mempertahankan kebiasaan yang dulu dilakukan almarhum bapaknya. Yakni, Sepatoe Tjinta tetap menerima pesanan pembuatan sepatu dan sandal kulit beserta model dan ukurannya sesuai keinginan pembeli. ”Pesan satu atau banyak kami layani. Ini dilakukan bapak sejak dulu dan sekarang juga saya lakukan. Karena itu, ukuran sepatu dan sandal yang kami buat ada yang ukuran kecil dan ada ukuran besar sampai nomor 48,” akunya.
Karena dapat membuat sepatu dan sandal kulit dari ukuran kecil hingga besar berdasarkan pesanan, membuat toko Sepatoe Tjinta tidak pernah sepi pembeli. Setiap hari, Sepatoe Tjinta rata-rata menjual sepatu maupun sandal kulit lima pasang.
Mereka memesan, karena susah membeli ukuran sepatu dan sandal kulit yang diinginkan di toko sepatu umumnya. Selain itu, ingin mendapat model sepatu atau sandal kulit sesuai keinginannya. ”Ukuran besar 42 hingga 48 pemesannya kebanyakan wisatawan mancanegara asal Belanda, Perancis, Italia, dan Jepang yang singgah di Bondowoso. Mereka juga langganan kami dan biasanya membawa contoh sepatu atau sandal sendiri untuk dibuatkan di sini,” jelas Ishak. kata Ishak.
Mengenai nama Sepatoe Tjinta, menurut Ishak, merupakan ide almarhum bapaknya Asnawi. Nama ini bukan berarti produk Sepatoe Tjinta berbentuk daun waru atau logo daun waru di setiap produk Sepatoe Tjinta. Tapi, nama Sepatoe Tjinta mengandung arti dalam bagi Asnawi.
”Almarhum bapak saya bilang, Sepatoe Tjinta artinya sepatoe adalah pekerjaan pertama yang digelutinya. Kata Tjinta, karena bapak adalah anak paling disayangi orangtuanya, karena tidak nakal dan tidak merokok. Itu arti yang dikatakan almarhum bapak kepada saya,” pungkasnya.