Sepak Takraw, Pelepas Jenuh Pekerja Trans Papua
Pelaksanaan proyek Jalan Trans Papua memang butuh perhatian khusus. Kondisi medan yang masih rimba belantara hingga aliran sungai di beberapa wilayah, menjadi ujian bagi pekerja yang berpartisipasi dalam program strategis pemerintah pusat demi membuka kawasan terisolir dan percepatan pembangunan di Bumi Cendrawasih.
Belum lagi harus menjauh dari keluarga, lingkungan masyarakat dan tinggal di tengah hutan bersama pekerja lain yang berdatangan dari berbagai provinsi di Indonesia dalam jangka waktu lama.
Kalau ada sinyal telekomunikasi mungkin masih bisa sedikit mengikis rasa rindu. Tetapi kalau tidak, seperti yang dialami 124 pekerja PT Alam Jaya yang menangani pengerjaan paket reguler Trans Papua Segmen 2 Ruas Mameh-Windesi 2, rekreasi bareng jadi kesempatan terbaik usai lelah kerja.
Lokasinya, tidak jauh. Cukup berjalan 10 langkah dari mess menuju arena sepak takraw. Jangan bayangkan arena itu berukuran standar dan dilapisi beton.
Hanya jaring net dan bola takraw yang menunjukkan kalau itu masih jenis olahraga tradisional asli Indonesia. Selebihnya, mulai dari tiang net sampai garis pembatas dibuat memanfaatkan barang yang ada di sekitar kamp pekerja.
“Boleh terasing tapi jangan sampai mengganggu pikiran. Sepak takraw bisa mengusir rasa jenuh teman-teman di sini. Mainnya gantian. Memang tidak seperti di tv-tv yang bisa sampai aksi salto atau saling adu sundulan. Di sini cukup bisa mengarahkan ke ruang lawan sudah cukup menguras keringat,” terang Yoshua salah satu pekerja PT Alam Jaya yang menyambut ngopibareng.id setelah perjalanan panjang dari Manokwari.
Tak pelak, suasana menjelang senja penuh dengan teriakan saling intimidasi dan support masing-masing pendukung. Sepak takraw ini bahkan menarik minat Hendrikus, salah satu pekerja warga lokal untuk turut bermain.
“Pengorbanan ini terasa sangat berat bagi pekerja-pekerja baru. Hanya beberapa yang lolos dari ujian ini dan bertahan hingga kini. Caranya ya harus cari aktivitas lain seperti sepak takraw agar tidak stres,” kata Sekawan Lumbantoruan Sihombing, Pengawas Lapangan PPK 1.04 Satker PJN Wilayah IV Bintuni.
Tak heran, tragedi Nduga di Provinsi Papua turut memicu solidaritas di antara mereka. Sebab, niat menuntaskan proyek ini sehingga dapat jadi pintu pembuka percepatan pembangunan bagi saudara-saudaranya sebangsa di Papua, direaksi negatif oleh pihak-pihak yang tidak sepaham dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Padahal mereka pekerja yang mencari nafkah untuk keluarga. Ini harusnya bisa jadi pertimbangan bagi pihak-pihak yang tidak setuju,” tambah Sihombing sambil mengungkap jika salah satu korban meninggal, merupakan seniornya ketika masih kuliah di Sumatera Utara.(gem)
Advertisement