Seorang Pedagang Nanas di Gresik Kalah Lawan 7 Pendekar
Oleh: Djono W. Oesman
Penjual nanas di emperan Pasar Gadung Gresik, Eko Bayu (21) pakai kaos perguruan silat. Para pesilat perguruan itu, tak terima. Eko dikeroyok tujuh pesilat dengan jurus-jurus maut. Eko mati di tempat.
-----------
Kejadian Selasa, 15 November 2022 dini hari. Sepi. Tidak ada yang melerai. Setelah Eko tumbang, para pesilat lari. Jenazah Eko tergeletak di emperan ruko, di sebelah tumpukan nanas dagangannya.
Paginya, pasar ramai manusia. Penjual sayur di situ, Sukisno (57) kepada pers, Kamis (1/12) mengatakan: "Waktu saya temukan, ia berbaring di depan ruko saya. Matanya bengkak, biru gitu." Ternyata Eko sudah meninggal.
Kapolres Gresik, AKBP Mochammad Nur Azis kepada pers Kamis (1/12) mengatakan, identitas korban Eko, warga Desa Sumberojo, Kecamatan Malo, Bojonegoro, Jatim.
Eko Bayu jualan nanas di emperan ruko itu, juga tidur di emperan itu, sejak tiga bulan lalu. Saat ditemukan tewas, Eko memang mengenakan kaos perguruan silat X (nama dirahasiakan).
Lima pelaku jadi tersangka. ALS (28) ,DNA (19), AKE (18), dan AJP (19), warga Kecamatan Driyorejo, Gresik. Dan, AER (33) warga Kecamatan Ngimbang, Lamongan.
Dua pelaku lainnya masih buron. FF (21), warga Kecamatan Driyorejo, Gresik dan TS (31), warga Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro.
Hasil pemeriksaan penyidik, kronologi kejadian begini:
Senin, 14 November 2022 tengah malam. Eko di emperan toko itu. Lewatlah tujuh pesilat dari perguruan silat X. Di antara mereka, ada yang melihat bahwa Eko pakai kaos perguruan silat X.
Para pesilat berhenti, bertanya ke Eko, kok pakai kaos perguruan silat X? Eko menjawab, itulah perguruan silat tempatnya berlatih. Eko tidak tahu, bahwa tujuh pesilat itu dari perguruan X. Para pesilat pun marah.
Lalu, Eko diadu berkelahi satu lawan satu dengan seorang di antara pesilat. Eko kalah. Barulah, Eko mengaku bahwa kaos itu dikasih orang. Lalu ia dihajar beramai-ramai. Babak-bunyek.
Para pesilat meninggalkan Eko tergeletak. Di emperan itu.
Kasat Reskrim Polres Gresik, Iptu Aldhino Prima Wirdan selaku penyidik, kepada pers, Kamis (1/12) mengatakan:
"Ternyata tersangka ALS memanggil kawan-kawan seperguruan silat X. Menceritakan, bahwa ada pemuda pakai kaos perguruan silat mereka. Titik lokasi diberitahukan. Tujuh pesilat di situ marah, mendatangi lokasi."
Sebelum Eko mati, ia dipaksa para pesilat menandatangani surat klarifikasi. Bahwa Eko bukan anggota perguruan silat X. Surat disusun para pesilat, kemudian diteken oleh Eko. Suratnya kini di tangan polisi.
Iptu Aldhino: "Dalam kondisi korban babak belur, korban kembali dikeroyok oleh tujuh pelaku lainnya, yang baru datang. Ini masih dari keterangan saksi, jadi kita masih lakukan penyelidikan. Tapi kita akan buru semuanya,"
Penyidik belum memastikan, apakah Eko sudah tewas di pengeroyokan oleh tujuh pesilat kelompok pertama, atau oleh tujuh pesilat kelompok ke dua. Juga belum dipastikan, apakah surat klarifikasi diteken Eko di pengeroyokan pertama, atau tahap kedua. "Masih kita sidik," ujar Aldhino.
Para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Bukan pembunuhan.
Kapolres Gresik, AKBP Nur Azis: "Sekali lagi, ini bukan pembunuhan. Ini pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Jadi yang kami terapkan Pasal 170 KUHP ayat (2) dan (3)."
Dari kronologi itu, jelas 14 pesilat sangat menghormati perguruan silat mereka. Disakralkan. Siapa pun mengaku-aku anggota perguruan silat itu, dan terbukti bukan, maka sudah ada contohnya. Jadi jangan macam-macam.
Ini solidaritas kelompok. Dalam melindungi kelompok. Dari potensi gangguan pihak luar kelompok. Pemakaian kaos perguruan silat X oleh Eko Bayu, dianggap sebagai potensi gangguan terhadap kelompok.
Tapi, ini solidaritas kelompok membuta. Membabi-buta. Dalam psikologi sosial disebut Collective Narcissism (narsisme kelompok). Yakni, perilaku individu yang melebih-lebihkan citra positif kelompoknya (perguruan silat X).
Bentuk tindakan pelaku Collective Narcissism disebut Mobbing. Suatu perilaku kekerasan, mirip bullying tapi dengan level kekerasan lebih tinggi daripada bullying.
Dr Janice Harper dalam bukunya, "Mobbed!: What to Do When They Really Are Out to Get You?" (Backdoor Press, 2013) menyebutkan, narsisme kelompok yang menimbulkan tindakan mobbing, bersifat manusiawi. Setiap orang pasti merasa aman-nyaman berada di dalam kelompok. Lalu membela kelompoknya mati-matian.
Dr Harper (antropolog) mengurai, perilaku ini bawaan dari karakter burung. Sekelompok burung sejenis (katakanlah A), akan sangat marah ketika diganggu seekor burung jenis lain (B). Jangankan burung B menggunggu, pun asal ia berada di sekitar kelompok A, maka B bakal diusir kelompok A.
Tapi paling jelas pada binatang primata, monyet. Seekor monyet hidung panjang jika berada di dekat kelompok monyet hidung pesek, maka si hidung panjang bakal diusir. Kalau perlu dikeroyok.
Karakter itu, menurut Harper, secara genetik sudah ada pada setiap manusia. "Apakah karakter ini warisan dari hewan, atau sebaliknya, manusia mewariskan karakter ini kepada hewan. Masih perlu riset besar," katanya.
Dijelaskan, mobbing adalah bentuk dari agresi kelompok, bawaan dari primata. Bahwa pelaku mobbing tidak harus orang jahat atau psikopat. Melainkan orang berperilaku baik, jika sudah masuk dalam narsisme kelompok, maka ia bakal berperilaku sesuai kehendak kelompok.
Kehendak kelompok berarti ada pemimpinnya. Ada yang memberi komando. Untuk suatu tindakan, yang sebenarnya bentuk tindakan sudah diduga oleh para anggota kelompok. Yakni, menyerang individu atau kelompok luar (out group). Yang dinilai bisa mengganggu kelompok mereka (in group).
Bahayanya, begitu pengeroyokan dimulai, seperti halnya di dunia hewan, tidak bakal berhenti. Bahkan intensitas pengeroyokan terus naik. Sampai targetnya mati. Apa pun terjadi.
Kecuali, ada kekuatan luar yang sangat kuat membubarkan pengeroyokan. Misalnya, suara letusan pistol polisi.
Harper menyarankan, dengan teorinya itu ia berharap bisa menyelamatkan orang yang kebetulan berada dalam situasi terkeroyok perilaku mobbing.
Dia menggambarkan, narsisme kelompok terbagi-bagi sesuai bentuk dan jumlah anggota kelompok. Misal, kelompok belajar "A", kelas lima SDN 03 Surabaya. Sampai yang tertinggi, kelompok suatu bangsa membentuk negara.
Harper menyebut, contoh narsisme kelompok yang menghasilkan mobbing terbesar di dunia adalah Nazi, dipimpin Adolf Hitler, 1937-1943. Hitler melakukan mobbing dengan memerintahkan pembantaian jutaan orang Yahudi, meskipun Yahudi tidak menyerang bangsa Jerman.
Hitler ia gunakan sebagai contoh, sekadar memperjelas teorinya tentang narsisme kelompok yang menghasilkan perilaku mobbing.
Peristiwa tewasnya penjual nanas di Pasar Gadung Gresik, pelakunya dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun enam bulan penjara.
Tentu, setelah kejadian, para pelaku terkejut atas tindakan mereka terhadap Eko. Sebagai orang sebangsa, tentunya para pelaku sedih. Mereka tidak menyadari bahwa mereka sudah masuk dalam pusaran narsisme kelompok.
Narsisme kelompok akan berhenti pada sikap narsis. Stop di situ. Kalau tidak ada individu di luar kelompok yang mendekati. Antara lain, memakai kaos berlogo kelompok mereka.
Advertisement