Seorang Kepala Sekolah di Nganjuk Jadi Penyuluh Anti-Korupsi
Dalam memberantas korupsi rupanya tidak hanya menjadi tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masyarakat yang peduli akan penyimpangan anggaran bisa saja berpartisipasi membantu pemerintah atau setidaknya memberikan pencerahan ke masyarakat.
Peran itulah yang kini dilakukan Wijaya Kurnia Santoso. Pria yang sehari-hari menjabat sebagai Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Nganjuk ini, aktif sebagai penyuluh Anti Korupsi Jawa Timur.
Wijaya Kurnia Santoso mengatakan indeks persepsi korupsi Indonesia turun drastis dari angka 38 menjadi angka 34 dan ini menjadi angka paling minim selama era reformasi. “Artinya, permasalahan korupsi saat ini sedang tidak baik-baik saja sehingga perlu ada upaya serius untuk benar-benar melakukan pemberantasan korupsi,” ujarnya dalam program talkshow RSAL FM di laman nganjukkab, Kamis 4 Januari 2024.
Menurut Wijaya Kurnia Santoso, di Kabupaten Nganjuk awal tahun ada langkah progresif yang dilakukan. Yaitu seminar yang mendatangkan narasumber dari KPK RI serta turut mengundang ASN beserta keluarganya di lingkup Pemkab Nganjuk. Termasuk juga ada tiga desa yang mengikuti Desa Anti Korupsi yakni Desa Sidokare Kecamatan Rejoso, Desa Jati Pungkur Kecamatan Lengkong, Kemudian Desa Munung Kecamatan Jatikalen. “Ini bagus,” terangnya.
Wijaya menjelaskan ada tiga strategi pemberantasan korupsi yang tengah dijalankan di Indonesia, KPK menyebutnya: Trisula Pemberantasan Korupsi. ”Trisula Pemberantasan Korupsi memiliki tiga strategi utama, yaitu Pendidikan, Pencegahan, dan Penindakan,” ucapnya.
Di Kabupaten Nganjuk lanjut Wijaya, strategi pemberantasan korupsi dari KPK menempatkan pendidikan sebagai strategi pertama dari trisula pemberantasan korupsi di NKRI. Karena ini menjadi salah satu hal fundamental di samping pencegahan dan penindakan
“Strategi Pendidikan digalakkan dengan kampanye dan edukasi untuk menyamakan pemahaman dan persepsi masyarakat tentang tindak pidana korupsi, bahwa korupsi berdampak buruk dan harus diperangi bersama,” ujarnya.
“Untuk korupsi biasanya dipicu karena adanya niat dan kesempatan. Oleh karenanya kita berupaya melakukan pendekatan agar niat maupun kesempatan ini bisa dieliminasi,” imbuhnya.
Wijaya juga menyampaikan masyarakat belum memiliki pemahaman yang sama mengenai korupsi. Contoh paling mudah adalah soal memberi uang terima kasih kepada aparat pelayan publik yang masih dianggap hal lumrah. “Padahal uang terima kasih adalah gratifikasi yang dapat mengarah kepada korupsi,” tegasnya.
Jadi, lanjutnya, melalui pendidikan anti korupsi kita dapat menanamkan nilai-nilai integritas maupun nilai anti korupsi kepada seluruh ASN dan Masyarakat sejak dini.
Advertisement