Seorang Bayi dan Ayahnya Meninggal Akibat Rudal Israel
Maria Ahmad Ramadan Al-Ghazali, 4 bulan, meninggal bersama ayahnya, Ahmad Ramadan Al-Ghazali, 31 tahun, dan Eman Abdullah Asraf, 30, ketika aparteman mereka di satu gedung di Beit Lahiya dihantam rudal Israel.
Delapan orang juga cedera dalam serangan tersebut dan dibawa ke Rumah Sakit Indonesia untuk diobati.
Satu bayi yang berusia 14 bulan dan ibunya, yang sedang hamil, menemui ajal ketika Israel melancarkan serangan udaranya ke Jalur Gaza pada Sabtu. Seorang lagi perempuan Palestina yang sedang hamil tewas pada Ahad dalam serangan Israel.
Korban jiwa itu membuat orang Palestina yang tewas dalam serangan Israel naik jadi 14 pada Ahad dan seluruhnya 21 sejak dimulainya agresi militer Israel ke Jalur Gaza pada Sabtu, selain 125 orang lagi cedera.
Israel melanjutkan pemboman pada Ahad terhadap gedung tinggi di Jalur Gaza, serta apartemen dan mobil, kata Kantor Berita Palestina, WAFA --Senin pagi. Agresi tersebut merenggut banyak korban jiwa dan cedera di kalangan warga sipil.
Menurut laporan terkini, Abdul Rahman Talal Abu Al-Jidyan 12, dan Abful Rahim Mustafa Madhoun juga menemui ajal dalam serangan yang sama terhadap Beit Lahiya sehingga seluruh jumlah korban jiwa di kalangan warga Palestina dalam dua hari serangan udara Israel naik jadi 23.
Sementara itu, Kementerian Urusan Luar Negeri dan Ekspatriat Jordania memperingatkan mengenai dampak dari peningkatan agresi Israel terhadap daerah terkepung Palestina, Jalur Gaza, dan menyerukan segera dihentikannya agresi tersebut.
Kementerian di Amman tersebut menyeru Israel "agar mematuhi hukum kemanusiaan internasional", demikian laporan kantor berita resmi Jordania, Petra.
Kementerian itu, di dalam satu pernyataan pers yang dikeluarkan hari Minggu kemarin mengatakan, "Kekerasan hanya akan mengakibatkan penderitaan dan ketegangan lebih jauh." Kementerian tersebut menyerukan perdamaian dan menggaris-bawahi dukungannya buat upaya Mesir serta PBB yang dilancarkan untuk mewujudkan perdamaian.
Kementerian itu juga menekankan pentingnya untuk menghentikan semua operasi militer terhadap daerah kantung Palestina, yang warganya menderita akibat krisis kehidupan dan kemanusiaan. Rakyat Palestina di Jalur Gaza, kata Kantor Berita Petra, menderita akibat blokade tidak sah dan penghukuman kolektif yang dilakukan Israel.
Ditambahkannya, tak-adanya prospek bagi perdamaian --yang terus berlangsung, pendudukan yang berlanjut dan blokade yang dilakukan atas Jalur Gaza merupakan ancaman terbesar keamanan dan kestabilan di wilayah tersebut.
Kementerian itu menyeru masyarakat internasional agar segera menghentikan kekerasan dan mewujudkan perdamaian serta perlindungan rakyat Palestina.
Mengenai penyelesaian konflik Palestina-Israel, kementerian tersebut mengajukan prospek nyata bagi penyelesaian konflik itu dengan dasar penyelesaian dua-negara, yang menjamin berdirinya Negara Paleatina Merdeka dengan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Al-Quds (Jerusalem) Timur sebagai ibu kotanya, kata Petra.