Sentuwu Maroso, Persaudaraan Kekal, dan Gotong Royong
Pada hari Idul Adha, sehabis maghrib saya ditelefon teman lama Ustadz Adnan Arsal, tokoh muslim Poso dalam konflik Poso. Sudah sekian tahun tidak komunikasi.
Ada tokoh muslim lainnya yang jadi karib saya, habib Soleh bin Abu Bakar Al Idrus, yang dikenal Habib Rotan karena selalu membawa rotan selama konflik, rotan ampuh, karena selalu melafazkan Ratib Hadad.
Seorang lagi yang jadi karib saya, pendeta Damanik, ketua Sinode Tentena, seorang pimpinan Kristen. Ketiganya terlibat dalam proses perdamaian yang dikenal dengan deklarasi Malino diprakarsai pak Wapres Yusuf Kalla.
Meskipun sudah ada kesepakatan damai, tetapi perdamaian belum terwujud. Konflik fisik masih terjadi. Interaksi komunitas muslim -nasrani juga belum pulih seperti sebelum konflik.
Saya temui secara terpisah, ustadz Adnan Arsan dan pdt Damanik. Kemudian keduanya saya pertemukan di Jakarta. Sewaktu ketemu keduanya menangis haru.
Pertemuan berikutnya di Jakarta masing-masing pihak membawa 5 tokoh yang pernah konflik. Seterusnya kedua belah bertemu lagi Palu, yang terlibat lebih banyak lagi, seingat saya masing-masing pihak membawa sekitar 50 tokoh.
Setelah itu terbentuklah Forum Silaturahmi Perdamaian Poso. Sejak itu komunikasi kedua belah menjadi pulih kembali. Forum tersebut menginspirasi konsep “Sharing Power “, dalam pemilu bupati , tiap pasang calon terdiri dari pasangan muslim- nasrani atau nasrani - muslim.
Sharing power itu manifestasi dari kearifal lokal masyarakat Poso yang mengenal budaya “Sentuwu Maroso“ atau “persaudaraan kekal”, selaras dengan budaya “gotong royong”. Itulah kekuatan bangsa kita, gotong royong.
As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2010-2015, Wakil Kepala BIN, 2001.
Advertisement