Museum Olahraga Surabaya Akan Gunakan Sistem Digitalisasi
Kepala Bidang Bangunan Gedung, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Iman Krestian mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pematangan konsep yang baru terkait dengan isi Museum Olahraga.
"Saat ini sedang mengatur konsep terbaru untuk diajukan ke Wali Kota,” kata Iman kepada ngopibareng.id, Senin 28 Oktober 2019 di Balai Kota Surabaya.
Iman menambahkan, konsep itu terkait digitalisasi yang akan mengisi 50 persen dari museum tersebut. Alasannya, agar Museum Olahraga ini lebih representatif dan kekinian. Sehingga bisa menarik warga Surabaya dan sekitarnya, bahkan Indonesia untuk datang ke museum tersebut.
Selain itu, museum itu bisa digunakan untuk sarana edukasi dan wisata, seperti halnya museum di negara-negara maju.
"Beberapa memang harus dikoreksi setelah ada masukan dari teman-teman cagar budaya. Kontennya nanti akan lebih menarik dengan digitalisasi itu," kata Iman.
Meski demikian, Iman belum bisa menjelaskan, diorama yang akan dipasang di museum tersebut. Namun, sedikit clue yang beberkan diorama itu akan mirip dengan diorama yang ada di museum Tugu Pahlawan.
"Setidaknya ada kemiripan dengan yang di Tugu Pahlawan. Tapi akan lebih kekinian lagi ya," kata Iman.
Pengamat sejarah, budaya, dan cagar budaya, Freddy Istanto mengatakan, langkah Pemerintah Kota Surabaya untuk menyulap museum lebih kekinian adalah langkah yang bagus. Sehingga, museum bukan hanya jadi gudang penyimpanan barang kuno.
"Museum akan besar kalau ada sentuhan-sentuhan baru. Itu didapat dari orang yang visioner. Risma harus berikan museum ke tangan orang-orang visioner," kata Freddy
Bukan hanya digitalisasi, Fredy berharap, Pemkot Surabaya juga bisa meniru cara kerja manajemen museum-museum di luar negeri khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Seperti mengadakan lomba, diskusi, hingga penelitian bersama. Sehingga, masyarakat akan lebih tertarik datang ke museum tersebut
"Di luar negeri, mereka lebih suka ke museum daripada ke mall. Kalau di sini kebalikannya. Karena apa? Mereka tidak tahu harus ngapain di museum. Kalau di luar jelas, ada program ini itu, ada kegiatan ini itu. Meski bayar mahal, mereka tetap datang," katanya.