Covid-19, Pengusaha Pernak-Pernik Imlek di Malang Bangkrut
Balon-balon lampion berjejer di rumah Ahmad Syamsuddin, di Kampung Lampion, Jalan Juanda, Blimbing, Kota Malang.
Di lantai dua rumahnya, Ahmad bersama dua pengrajin lainnya sedang mengerjakan pesanan lampion dari berbagai daerah.
Ahmad merupakan pengrajin sekaligus pemilik Cempaka Lampion. Ia menggeluti profesi tersebut sejak 2004. Selama 16 tahun bisnis lampion, baru pada Imlek tahun ini mengalami menurun drastis.
"Tahun 2019 sebelum pandemi pesanan lampion bisa mencapai 6 ribu. Tahun ini cuma sekitar 1.500 lampion saja. Turunnya sangat drastis," ujarnya, Rabu 10 Februari 2021.
Penurunan bisnis lampu lampion ini, kata Ahmad sampai 75 persen. Tahun-tahun sebelumnya pesanan datang dari dalam dan luar negeri. Sekarang dari dalam negeri saja sudah jarang.
"Saya tiap tahun biasanya dapat pesanan dari Italia, saya kirim ke sana. Biasanya langsung telepon ke saya. Pesanan dari Italia sekitar 2.500 hingga 3 ribu lampion," katanya.
Selain pesanan dari Italia, Ahmad juga sering menerima pesanan dari luar kota seperti Surabaya dan daerah Malang Raya.
"Sekarang, para pelanggan itu tidak lagi memesan lampion ke kita. Karena tidak ada perayaan Imlek tahun ini. Ini pengaruhnya omset kita benar-benar sepi, bahkan hampir tidak ada," ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh penjual baju Cheongsam, Erni Sugiani, lapak miliknya yang berada di kawasan Klenteng Eng An Kiong di Jalan R.E. Martadinata, sepi pembeli.
Erni mengatakan, pembelian baju Cheongsam sebelum adanya pandemi Covid-19 bisa mencapai ratusan potong. Namun, pada Imlek tahun ini hanya puluhan yang bisa terjual. Penurunan penjualan bahkan mencapai 90 persen.
“Misalnya, kalau imlek tahun 2019 bisa laku 2 ratus hingga 3 ratus baju, sekarang sepi. Paling terjual 50 potong saja sudah bagus,” katanya.
Pada kondisi normal, kata Erni, menjelang Imlek pasti ada pesanan yang masuk dari kantor, hotel, perbankan dan sejumlah tempat wisata di Kota Batu.
"“Karena pandemi ini ya, tidak boleh ada kegiatan apa-apa. Jadi, tidak ada pesanan baju sama sekali, hanya mengandalkan penjualan dari lapak,” ujarnya.
Kata Erni, pasokan baju Imlek yang ia jual berasal dari Jakarta. Namun, baju yang dijual saat ini merupakan stok lama yang dijual kembali karena proses produksi berhenti.
“Baju anak-anak harga Rp55 ribu sampai Rp125 ribu tengantung bahan kainnya. Sedangkan baju dewasa dulunya Rp110 ribu, sekarang naik Rp125 ribu. Kalau baju anak-anak masih ada saja yang beli, baju dewasa ini yang pembelinya menurun drastis,” katanya.
Advertisement