Pengrajin Dupa di Malang, Hidup Segan Mati Tak Mau
Produksi dupa di Malang tak berbanding dengan harganya. Harga yang mengalami kelesuan, sementara produksi masih terus tinggi. Akibatnya pengrajin dupa harus kembang kempis untuk bisa bertahan.
Naji, salah satu pengrajin dupa asal Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir, Malang mengatakan musim kemarau tahun ini ratusan seperti ini dupa buatannya tidak selaris tahun lalu.
"Pemesan biasanya berasal dari Bali, tapi tahun ini lagi sepi peminat. Ini punya saya masih nupuk di gudang," ujarnya, Senin 14 Oktober 2019.
Naji mengungkapkan, sekarang banyak yang produksi dupa. Dulu pemesannya banyak berasal dari Bali. Namun, karena di Bali juga sudah ada yang memproduksi dupa, sehingga kebutuhan dari Malang berkurang.
"Saya memang biasa kirim ke Bali, karena pasarnya jelas. Tapi begitu mereka bisa memproduksi sendiri, pengiriman dari kita sangat berkurang," katanya.
Kata Naji, dulu sebelum ada pemroduksi dari bali dalam satu minggu bisa mengirimkan satu rit, tapi saat ini satu rit itu bisa sampai dua mingguan.
Naji mengatakan, dalam sebulan saat ini produksi dupa tetap sama dengan sebelumnya sebanyak 5 kuintal.
"Kalau panas begini pengeringan dupa bisa lebih cepat. Dan juga tidak memakan tempat karena kalau pengeringan bisa tumpuk berlapis-lapis," katanya.
Naji mengatakan, saat ini hanya bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp4-5 juta perbulan.
"Dulu, perkarung bisa mengantongi Rp40 ribu, sekarang Rp20 ribu saja susah," katanya.
Meski begitu, Naji yakin, memasuki musim hujan biasanya banyak pemesan. "Kalau hujan produksi sedikit, tapi permintaan banyak," ucapnya.