Seni Mural Jalanan East Side Gallery Meets Surabaya Adopsi dari Jerman
Seni mural menjadi salah satu wadah masyarakat dalam menyuarakan segala emosi yang ada dalam hati dan pikiran. Seni tersebut kemudian banyak berkembang di Jerman.
Setelah Tembok Berlin diruntuhkan tahun 1990, para seniman kemudian menggunakan sisa tembok berlin sepanjang 1.316 meter sebagai wadah untuk melukis mural. Kini, lokasi tersebut dikenal sebagai East Side Gallery di Kota Berlin.
Mengadopsi galeri tersebut, Wisma Jerman bersama dengan sejumlah pelukis jalanan Surabaya dan Bangkalan membuat sebuah karya mural East Side Gallery Meets Surabaya di Gedung Wisma Jerman, Surabaya.
"Itu kami adaptasi dengan gaya Surabaya," ungkap Alfajr XGO selaku kurator.
Dalam project tersebut, tampak para pelukis juga membawa semangat yang sama dengan tema Unity In Humanity seperti yang ada di Tembok Berlin. Namun, lukisannya masih khas Surabaya.
Karya tersebut tampak para pelukis menggambarkan karya kemanusian dengan mengangkat ciri khas Surabaya. Misalnya, gambar Buaya, kemudian ada gambar daun semanggi, kemudian gambar burung mengendarai becak, serta kata-kata khas seperti "wani".
Warnanya pun beragam sesuai dengan masing-masing ciri khas dari tujuh pelukis yang terlibat dalam project tersebut. Kendati demikian, warnanya pun masih nyambung sehingga seperti melihat sebuah cerita yang utuh.
"Temanya unity in humanity. Jadi tema kemanusiaan, beberapa part itu para pelukis mengangkat sub tema masing-masing. Ada tentang kesetaraan gender, kebebasan, mengangkat tradisi Surabaya seperti ada simbol bunga semanggi, lalu gambar orang bawa kamera sebagai bentuk terima kasih kami pada ilmuwan jerman menciptakan lensa dan film foto yang akhirnya teknologi itu bisa kita nikmati sampai sekarang," ungkap Alfajr.
"Semangat kami sama melakukan perlawanan, kita menolak adanya kesewenang-wenangan, perbedaan," imbuhnya.
Dengan adanya mural tersebut, ia berharap pula seni mural ini makin eksis karena karyanya tidak kalah bagus bahkan bisa memberi dampak positif.
"Kami harapannya paling tidak teman-teman lebih banyak yang memperhatikan seni jalanan. Mereka cukup proper juga kok karyanya untuk diusung di ruang elite. Jadi gak semuanya mural gravity itu seni rendahan. Wisma Jerman juga mengapresiasi itu. Teman-teman gak perlu wadah tapi semacam kepedulian," pungkas Alfajr.