Sengkarut Tata Ruang Laut
Oleh: Oki Lukito
Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil (RZWP-3K) yang dijadikan bahan penyusunan Materi Teknis Perairan Pesisir (Matek PP) sesuai amanah Undang Undang (UU) Cipta Kerja, banyak memunculkan permasalahan baru. Disamping berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, membuat kehidupan masyarakat pesisir terpuruk, serta menghambat usaha yang telah berjalan. Di sisi yang lain karena lemahnya pengawasan kegiatan usaha di pesisir seperti industri galangan kapal misalnya banyak yang beroperasi diduga illegal.
Adanya ketidak sesuaian kegiatan usaha hulu migas di zona-zona pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur mialnya, salah satu dari sekian permasalahan yang muncul pasca disahkannya Matek PP oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Padahal potensi cadangan Hulu Migas di Jawa Timur masih cukup tinggi. Dalam seminar nasional Tata Ruang Laut beberapa waktu lalu yang diselenggrakan PWI Jatim dan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur terungkap, Pemprov Jatim dianggap gagal mengakomodir usulan wilayah kerja dan fasilitas produksi existing ke dalam peta rencana struktur ruang dan peta kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut teknis perairan Provinsi Jawa Timur.
Demikian pula pengenaan PNBP Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Lalu (PKKPRL) dianggap menghambat peningkatan investasi dan kelancaran operasi hulu migas karena kewajiban tersebut tidak diatur dalam kontrak bagi hasil (PSC) dan juga tidak sesuai dengan semangat penyederhaan perizinan. Diungkapkan oleh Kepala SKK Migas Jabanusa, Nurwahidi dalam seminar nasional tersebut, terdapat 9 kontraktor Kontrak Kerja (KKKS) Eksploitasi yang berpotensi mengeluarkan tambahan biaya sebesar Rp.118 Milyar/ US$8.2 billion pada tahun 2022 untuk mendapatkan persetujuan KKPRL sebagai persyaratan dasar perizinan berusaha pemanfaatan ruang di laut. Hal tersebut tentunya akan diperlakukan sebagai biaya operasi yang akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dan akan mengurangi minat berinvestasi .
Galangan Kapal Ilegal
Lemahnya pengawasan terhadap usaha yang tidak memiliki izin atau illegal di pesisir seperti galangan kapal misalnya, seharusnya tidak perlu terjadi. Contoh, di Kabupaten Bangkalan saat ini berkembang usaha galangan kapal dan pemotongan kapal di wilayah barat yang berhadapan dengan Selat Madura. Pelaku usaha baik perusahaan maupun perorangan umumnya diduga tidak memiliki izin PKKPRL, Izin Lingkungan, Izin Reklamasi, Izin Operasional Berusaha dan izin Pemotongan Kapal.
Aktivitas usaha pemotongan kapal sudah berjalan puluhan tahun, dan dalam sepuluh tahun terakhir banyak sekali protes dari masyarakat, LSM, bahkan anggota DPRD Bangkalan, menyuarakan penutupan usaha pemotongan kapal. Bahkan pada tahun 2022 terjadi kecelakaan kerja, seorang pekerja terbakar akibat kegiatan pengelasan. Tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Bangkalan sudah menghimbau kepada pemilik usaha untuk melengkapi perizinan, namun karenak kewenangan tidak berada di Kabupaten Bangkalan, sehingga tidak bisa melakukan tindakan apapun.Kewenangan pengawasan, maupun penindakan terhadap pemanfaatan ruang laut, berada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Kelautan
Dari informasi yang dikumpulkan dan hasil pengamatan aktivitas Galangan Kapal sebagian sudah berjalan bertahun-tahun, ada juga yang baru memulai. Namun semua aktivitas usaha tersebut diduga tidak dilengkapi dengan perizinan, diantaranya PKKPRL dan Izin Reklamasi, mengingat lokasi usaha dari kegiatan galangan kapal sebagian ada di darat dan ada di laut. Potensi kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas illegal tersebut yaitu rusaknya eko sistem laut, karena tidak sesuai dengan Rencana Peruntukan Ruang Laut. Pendapatan negara melalui PNBP dan Pajak tidak maksimal, masyarakat sekitar dirugikan, karena dalam melaksanakan kegiatan usaha, tidak memperhatikan aspek social, dan lingkungan sekitar, rentan terjadi kecelakaan kerja, karena idak menerapkan prinsip keselamatan kerja karyawan(K3).
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Perikanan, dan Dewan Pakar PWI Jawa Timur