Sendang Biru Ekspor Ikan Tuna ke Jepang dan Australia
Ikan tuna yang dihasilkan dari Sedang Biru umumnya diekspor ke Jepang dan Australia. Ekspor harus melalui Surabaya, Banyuwangi, Jakarta dan Bali. Kelak, jika Jalur Lintas Selatan yang melewati Kecamatan Sumbermanjing Wetan selesai dibangun, akan lebih memudahkan arus pengiriman ikan ke luar Sumbermanjing Wetan.
_______________
Sampai saat ini, karena jalan yang sempit, menanjak dan berkelok- kelok, agak menyulitkan kendaraan besar yang terkoneksi dengan Pelabuhan Pondok Dadap. Jalan yang kurang lebar. Hanya truk engkel saja yang bisa mencapai ke Sendang Biru.
Jalur lintas selatan menghubungkan Kabupaten Banyuwangi hingga Pacitan. Jalur ini melalui Kabupaten Jember, Lumajang, Malang, Tulungagung, Blitar, Trenggalek dan finish di Pacitan. Tak salah jika Pemerintah Jawa Timur sangat berharap jalur ini cepat rampung.
Dengan selesainya pembangunan jalur lintas selatan ini akan memajukan perekonomian Jawa Timur kawasan selatan, terutama daerah-daerah yang dilewati jalur ini. Salah satunya adalah sentra perikanan di Sendang Biru tersebut.
Kepala UPT PPP Pondok Dadap, Sendang Biru, mengatakan, sejak Pelabuhan Pondok Dadap menjadi pelabuhan perikanan pantai dan menjadi kelas C, banyak fasilitas cukup menunjang perdagangan ikan. Sejak pelabuhan ini berubah menjadi PPP peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di Tambak Rejo menjadi lebih terasa.
Perubahan tersebut, pertama, selain lahan luas dan bisa didarati kapal besar adalah soal higinitas yang merupakan syarat utama untuk produk ekspor ikan. Negara tujuan ekspor, khususnya Jepang, sangat rewel soal itu.
Jepang selalu memperhatikan soal kebersihan yang harus sesuai standar internasional. Syarat utama lantai harus smooth. Drainese bagus. Air tawar dan atap tidak boleh bocor.
Higinitas ini sangat penting artinya, kerena ikan tuna hasil tangkapan nelayan sebagian besar diekspor. Hanya saja yang menjadi kendala adalah ketiadaan cool storage di Sendang Biru. Padahal untuk menghadapi pasar bebas dan permintaan negara tujuan ekspor harus ada cool storage untuk ikan hasil tangkapan.
Ketiadaan cool storage tersebut karena kendala pasokan istrik yang minim. Sebenarnya banyak investor yang berminat membangun cool storage, tetapi karena listriknya terbatas akibatnya banyak yang mundur teratur.
Begitu pula dengan pabrik es balok. Dulu di Sendang Biru ada satu pabrik es, tetapi karena sering terjadi pemadaman listrik di kawasan Sendang Biru akhirnya pabrik es tersebut tutup juga. Sekarang kebutuhan es balok harus didatangkan dari Kota Malang dan Blitar.
Satu kapal untuk sekali keberangkatan membutuhkan 90 batang es balok yang harga per batangnya Rp 9000. Di Sendang Biru setiap harinya setidaknya terdapat 10 kapal yang melaut. Artinya dibutuhkan sedikitnya 900 batang es balok. Itu belum untuk memenuhi kebutuhan pembekuan di darat atau di pasar ikan. Tapi masih beruntung, sampai saat ini tidak pernah terjadi keterlambatan pengiriman es balok. Alasan terbatasnya pasokan listrik tersebut, kata Goentoro, kerena letak Sendang Biru yang jauh dan harus melewati hutan. Dari gerdu terakhir di Kepanjen dibutuhkan kabel yang sangat panjang.
Menyiasati keterbatasan listrik, terutama untuk penerangan umum, pada April 2013, PPP Pondok Dadap membangun 15 unit collar cell di kawasan pelabuhan. Per unit harganya Rp 15 juta. Sekarang kalau malam tidak gelap lagi. Terang benderang. Dulu malah pernah ada nelayan terjatuh karena gelap.
Masalah bahan bakar solar nelayan juga tidak perlu pusing. Di Sendang Biru terdapat Stasiun Pengisian BBM Nelayan (SPBN) yang bisa memenuhi kebutuhan solar nelayan. Bahkan ketika terjadi kelangkaan solar pasokan solar di Sendang Biru tidak terganggu. Pengiriman solar dilakukan satu minggu dua kali dengan kapasitas truk tangki 8000 liter.
Terganjal Lahan Perhutani
Perhatian Pemkab Malang sejauh ini sudah cukup besar kepada masyarakat nelayan di Sendang Biru. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan perekonomian nelayan di Sendangbiru. Bantuan teknologi pendeteksi keberadaan ikan pun juga sudah diberikan.
Upaya nyata yang telah dilakukan pemkab untuk meningkatkan pendapatan nelayan diantaranya adalah memberikan bantuan rumpon, peralatan tangkap, skoci, jaring hingga bantuan sembako ketika para nelayan tersebut tidak melaut akibat gelombang laut yang cukup besar pada bulan Oktober hingga Maret.
Bupati mengatakan, Pemkab Malang sudah pernah menggagas program pembangunan kota nelayan terpadu (water front city). Bahkan sudah dibuat rencana detailnya dan ada investor yang berminat untuk membangun kawasan pantai tersebut. Namun program tersebut terbentur kendala kepemilihan lahan, yaitu milik Perhutani.
Salah satu kendala terbesar adalah tukar guling lahan milik Perhutani. Sampai saat ini tukar guling itu tidak bisa dilakukan padahal ini juga untuk kepentingan masyarakat luas yang juga menjadi bagian dari anak bangsa. Lahan milik Perhutani yang akan ditukar guling tersebut di antaranya akan digunakan untuk pembangunan perumahan sederhana bagi nelayan, sekolahan, SPBU, tempat pengolahan dan pengalengan ikan dan infrastruktur pendukung lainnya.
Usulan Pemkab Malang terkini adalah dibangunnya Pelabuhan Nusantara di Sendangbiru. Namun, lagi-lagi terganjal lahan milik Perhutani dan akses jalan yang kurang memadai karena untuk sampai di Sendang Biru harus melewati jalan berkelok dan sempit.
Proses pengajuan tukar guling lahan milik Perhutani seluas 17,3 hektare tersebut mulai tahun 1987 dan akan digunakan untuk membangun rumah sekitar 1.500 nelayan di kawasan itu. Padahal, Pemkab Malang sudah menyiapkan lahan pengganti di Desa Mulyosari, Kecamatan Ampelgading.
Pesisir selatan Kabupaten Malang sepanjang 115 kilometer melintasi enam kecamatan, meliputi Sumbermanjing Wetan, Gedangan, Ampelgading, Tirtoyudo, Bantur, dan Donomulyo tidak hanya menyuguhkan pemandangan alam dan deburan ombak nan indah, tapi juga potensi perikanan yang cukup besar. Hanya saja potensi perikanan laut yang cukup besar di kawasan Pantai Selatan Malang, khususnya Sendang Biru itu belum tergarap secara maksimal. (habis)
Advertisement