Senandung Na'tiyah, Rindu Kedatangan Rasulullah
Bila Maulid tiba kita selalu ingin bersenandung puisi-puisi Na'tiyah sang Nabi. Taufik Ismail, penyair terkemuka Indonesia, menulis syair amat elok, menghunjam dan menggetarkan kalbu. Ia menulisnya untuk group musik Bimbo yang kemudian mendendangkannya dengan penuh rindu dan kangen yang meluap-luap. Bersahaja tetapi indah
Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu Ya Rasul
Serasa dikau di sini
Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suwarga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja
Demikian pesan KH Husein Muhammad memberi gambaran awal dari peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Berikut lanjutan catatannya.
Kisah Keteladanan dari Sang Rasul
Selama beberapa hari siti Aminah, sang ibu menyusuinya dengan penuh kasih dan cinta. Kemudian menyerahkan bayi itu kepada Tsuwaibah, sahaya perempuan pamannya; Abu Lahab, untuk menggantikan menyusuinya. Tak ada yang aneh mengenai cara ini.
Orang-orang terhormat dalam tradisi Arabia saat itu acap melakukan cara itu; menyusukan bayinya kepada perempuan lain yang subur, baik dengan memberikan imbalan maupun suka rela. Anak susuan itu kelak akan menjadi “ibu susuan” dan berstatus “mahram” (keluarga sedarah).
Beberapa waktu kemudian bayi mungil Muhammad itu berpindah, disusui oleh Halimah al-Sa’diyyah, seorang perempuan miskin yang berhati lembut. Nama lengkapnya Halimah binti Abdullah bin Al-Harits As-Sa’diyah. Suaminya bernama Al-Harits bin Abdul Izzi bin Rifa’ah As-Sa’di. Anak-anaknya adalah Abdullah, Anisah dan Khadzdzamah. Anak-anak Al-Harits adalah saudara sepersusuan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Halimah juga menyusui Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muthallib.
Ia menerimanya dengan senang hati. Halimah amat bahagia. Dengan menyusui bayi Muhammad itu hidupnya berangsur lebih baik dan terus membaik. Ternak kambingnya yang semula kurus tiba-tiba menjadi gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah-tambah saja. Bayi mungil yang tampak tampan itu telah memberinya berkah berlimpah ruah kepadanya. Halimah mengasuhnya selama dua tahun. Ia kemudian mengembalikannya kepada ibunya, meskipun ia masih menginginkannya, karena berkah yang melimpah pada anak itu.
Aminah mengasuhnya dengan penuh kasih sampai usia Muhammad (saw) kira-kira 6 tahun. Anak dalam usia ini tentu sangat lucu, menyenangkan sekaligus menggemaskan. Terbersit dalam pikiran sang ibu keinginan untuk berziarah ke pusara ayah sang anak, dan paman-pamannya yang wafat di Madinah.
Boleh jadi ia ingin menunjukkan kepada Abd Allah, suaminya, akan buah hati mereka berdua itu, meski tentu saja tidak mungkin, karena ayah anak itu telah lama pulang. Andaikata suaminya masih ada, ia mungkin akan mengatakan kepadanya dengan bangga : “Sayangku, ini buah hati dan hasil cinta kasih kita berdua”.
Ketika keinginan dan kerinduan itu begitu kuat, ia pun bertekad pergi ke Madinah dengan membawa serta anak yatim yang telah bisa berjalan meski belum cukup gesit dan cepat itu.
Demikian pesan keindahan Kelahiran Rasulullah Saw, disampaikan KH Husein Muhammad. Semoga bermanfaat.
Advertisement