Semua Saksi Mangkir, Sidang Gus Nur Ditunda Lagi
Sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik melalui video berjudul 'Generasi Muda NU Penjilat' dengan terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, dijadwalkan hari ini, Kamis 4 Juli 2019, di Pengadilan Negeri (PN) Kota Surabaya, kembali ditunda.
Sidang sendiri hanya berjalan sekira 10 menit, sebelum Majelis hakim Slamet Riyadi memutuskan untuk menundanya, lantaran sejumlah saksi dan ahli dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati) tak bisa hadir.
Salah satu JPU Novan Arianto mengatakan, pihaknya telah memanggil satu orang saksi dari Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim, dan tiga orang ahli. Namun mereka mengkonfirmasi berhalangan hadir. "Kami minta waktu satu minggu, yang mulia," kata Novan, saat persidangan.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum Gus Nur, Ahmad Khozinudin, malah meminta sidang kliennya ditunda dua pekan. Namun ia meminta agar JPU bisa menghadirkan seluruh saksi, saat itu juga.
"Kami minta dua minggu saja, yang mulia, asal JPU bisa memastikan semua saksi hadir. Dari pada satu minggu, kami datang tapi tidak ada saksi lagi," ujar Ahmad, kepada hakim.
Majelis Hakim Slamet Riyadi pun akhirnya memutuskan bahwa sidang ditunda dua pekan. Sidang berikutnya bakal digelar, Kamis 18 Juli 2019.
Hakim pun menegaskan bahwa sidang berikutnya adalah kesempatam terakhir JPU untuk menghadirkan saksi dan ahli dari pihaknya. Jika tidak, maka agenda sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi meringankan dari pihak Gus Nur.
"Sidang hari ini ditunda dua minggu, karena saksi ahli JPU tidak bisa hadir. Sidang berikutnya digelar 18 Juli 2019," ujar Slamet.
Usai mendengarkan penundaan sidangnya, terdakwa Gus Nur mengaku kecewa. Ia mengatakan dengan tak hadirnya sejumlah saksi dari JPU ini, kasus yang menimpanya kini semakin berlarut-larut.
Ia pun mempertanyakan keseriusan pihak pelapor yang telah menjeratnya hingga ke tingkat pengadilan, malah tak menunjukan itikad untuk segera menyelesaikan masalah secara hukum.
"Alhamdulillah molor lagi, ditunda lagi. Saya tanya kepada yang melaporkan saya, maunya sampean apa? Begitu nafsunya melaporkan saya sampai pengadilan, sampai banyak sekali yang saya korbankan, tapi ternyata dari pihak sampean begini ini, maksudnya apa?" keluh Gus Nur usai persidangan.
Senada, kuasa hukum Gus Nur, Ahmad Khozinudin, juga mengaku prihatin penundaan sidang kliennya ini. Pasalnya, hal ini telah terjadi dua kali.
"Kami prihatin karena kami telah menyediakan waktu dua minggu pada penundaan dua minggu lalu, dengan harapan waktu itu cukup untuk melakukan pemanggilan sampai memastikan saksi dan ahli bisa hadir," kata dia.
Menurutnya, hal ini adalah preseden buruk penegakkan hukum. Yang dirugikan pun kata dia bukan hanya kliennya, tapi juga majelis hakim yang waktunya terganggu untuk menangani banyak perkara lain.
"Kami menyayangkan hal ini berulang. Yang dirugikan bukan hanya kami, tapi majelis juga, karena beliau tentu memiliki agenda yang banyak, dan pemeriksaan perkara-perkara yang lain jadi terganggu," ujarnya.
Pihaknya pun sengaja meminta penundaan sidang berikutnya menjadi dua pekan, hal itu mereka ajukan asal JPU nantinya bisa menghadirkan seluruh saksi dan ahli. Sidang itu, juga akan menjadi kesempatan terakhir JPU.
Jika tak juga hadir, kata Ahmad, majelis hakim akan melanjutkan sidang berikutnya dengan aagenda pemeriksaan saksi meringankan, dan ahli dari pihak Gus Nur.
"Kami meminta hakim memberi waktu dua minggu lagi, ini adalah kesempatan terkahir kepada JPU, jika tidak bisa, maka dianggap gugur, maka giliran kami yang mengajukan saksi dan ahli meringankan klien kami," pungkas Ahmad.
Kasus Gus Nur ini berawal dari laporan ke polisi oleh koordinator Forum Pembela Kader Muda NU yang sekaligus Wakil Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim.
Gus Nur dilaporkan karena video blog (vlog) dengan judul Generasi Muda NU Penjilat. Vlog itu diunggah Gus Nur di akun YouTube pada 20 Mei 2018. Gus Nur didakwa pasal 45 ayat (3) jo. pasal 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.