Semakin Syukur Semakin Makmur, Ini Pesan Ibn Atha’ilah
Dalam hidup setiap orang menghadapi problematikanya sendiri-sendiri. "Bila mengeluh, sesungguhnya perasaan saya seolah sayalah yang paling menderita sedunia. Ustad, bagaimana saya bisa keluar dari masalah dengan tetap lega atau bisa menerima kenyataan itu?"
Itu pertanyaan Sriyanto Nugroho, warga Bululawang Malang, pada ngopibareng.id. Untuk menanggapi masalah tersebut, berikut ulasan Ustadz Ahmad Muntaha AM.
Setelah menyampaikan perbedaan para wali dan orang awam dalam hal mengenal Allah dan mengakui eksistensi-Nya, dalam untaian Kitab al-Hikam, Syaikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari menyatakan, bahwa masing-masing mempunyai kebaikan dan hendaknya disyukuri secara optimal.
Karenanya beliau berkata, “Hendaknya orang yang mempunyai kelonggaran rejeki (ma’rifatullah dan ilmu yang luas) membelanjakan rezekinya, ini isyarat bagi para wali yang telah wushul ilallah; dan hendaknya orang yang dipersempit rejekinya membelanjakan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, ini isyarat bagi orang-orang awam yang sedang menempuh tarekat.”
Lalu bagaimana cara bersyukur bagi para wali? Begitu pula bagi orang awam?
Wali bersyukur dengan senantiasa memenuhi seluruh hak Allah secara sempurna, berdakwah mengajak mengesakan Allah, dan terus-menerus mengamalkan ilmunya sehingga rasa cinta terhadap Allah semakin terpatri di hatinya.
Selaras dengan firman Allah: “Dan siapakah yang lebih baik ucapannya daripada orang yang mengajak mengesakan Allah, beramal shalih dan berkata: ‘Sungguh aku termasuk golongan orang-orang yang memasrahkan diri.” (QS. Fusshilat: 33)
Sedangkan orang awam yang sedang berproses menghilangkan dominasi hawa nafsu dan menghindari kesibukan duniawi yang menjauhkannya dari ridha Allah, hendaknya selalu bersyukur dengan mensyukuri taufik dan pertolongan Allah yang dengannya ia berkesempatan melakukan mujahadatun nafsi (melawan hawa nafsu), membersihkan diri dari perangai buruk dan menghiasinya dengan akhlak yang indah, menyingkirkan dominasi urusan duniawi di hati dan mengamati alam sebagai tanda kebesaran-Nya, sehingga menyaksikan keesaan Allah dengan sebenar-benarnya. (adi)