Semakin Amien Menyerang, Semakin Jokowi Melejit
Semakin Amien Rais menyerang dengan provokasi dan gaya berujar yang terkesan sangat merendahkan lawan…, Jokowi malah akan menuai simpatik rakyat dan semakin moncer namanya. Maklum, dalam komunitas masyarakat Indonesia yang hyper melo ini, mereka yang terkesan dizalimi oleh kekuatan yang jumawa, langsung dibela dan diberi dukungan!
Akhir-akhir ini, Amien Rais (AR), sangat gencar melakukan serangan terbuka dengan lontaran kritik tajamnya yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Bahkan belakangan malah lebih agresif lagi; menantang Jokowi untuk duel dalam ‘ring tinju’ politik di arena Pilpres 2019. Amien Rais agaknya tergiur oleh Mahathir effect, sehingga secara terbuka menyatakan siap untuk maju sebagai capres pada Pilpres 2019.
Bahwasanya belum ada tanda-tanda adanya dukungan dari partai-partai yang mau setor suara mendukung Amien Rais, tak terlalu penting untuk dibahas. Karena ambisi Amien ini, diprediksi akan berhenti hanya sebagai ambisi saja, titik. Namun yang menarik dengan AR menyatakan diri siap untuk maju sebagai capres, secara tidak langsung AR menilai Prabowo sebagai capres kurang meyakinkan untuk mampu menumbangkan Jokowi. Padahal Ganti Presiden 2019 merupakan gol politik yang dituju dan ditempatkan AR sebagai prioritas kerja politik paling atas di tahun politik 2018 ini.
Dari mana tiket dapat diperoleh AR? Masih mungkin diperoleh asalkan PKS balik badan merapat ke PAN karena Prabowo menolak cawapres versi PKS. Dan tentu setidaknya masih memerlukan dukungan satu partai menengah lagi; antara PKB dan Partai Demokrat. Masalahnya, PKB agaknya bakal sulit menerima Amien. Karena para kader PKB ini sejak awal Reformasi terlanjur dicekoki Gus Dur dengan pesan berbentuk ujaran tak sedap Gus Dur terhadap AR..”LA Amin, wa LA Rais..! ”(bukan yang baik dan bukan pula pemimpin). Rasanya sampai sekarang ujaran Gus Dur ini masih cukup melekat dalam benak kader PKB dan sebagian besar petinggi inti NU.
Bagaimana dengan Partai Demokrat? Bisa saja mendukung asalkan SBY rela mengorbankan AHY kehilangan peluang besar untuk maju sebagai capres paling potensial pada Pemilu 2024. Dalam kaitan ini kedua orang tua AHY pasti berpikir dua kali untuk mengambil langkah berisiko cukup riskan dan kurang menjanjikan ini. Pertimbangannya sederhana saja; nama AR bukan label politik yang laku keras dijual di pasar politik Indonesia masa kini.
Andai saja langkah AR ini terjadinya pada suasana seperti situasi dan kondisi pada awal gerakan Reformasi, hasilnya pasti jauh berbeda. Justru suara dan dukungan yang mendatangi AR. Karena saat itu AR sangat sakti, berwibawa dan teramat ‘sexy ’. Jauh berbeda dengan keberadaannya sekarang. Sebagian besar hanya para pendukung di partainya saja yang masih sangat menghormati dan mendukungnya. Itu pun dipastikan tidak murni 100 persen para fungsionaris partai PAN bersetuju. Hal mana terefleksi juga di barisan Muhammadiyah. Dengan demikian, majunya AR nyapres yang ingin disamakan dengan fenomena Mahathir, rasanya lebih pas digambarkan dengan meminjam idiom para orang tua kita dulu..’lebih besar pasak dari tiang’!
Oleh karenanya judul artikel ini sengaja saya pakai sebagai sebuah kesimpulan dan penilaian subyektif yang memang bukan hasil polling, karena sepenuhnya berdasarkan bacaan pasar politik dalam kacamata yang dibekali pengalaman pribadi dan pengamatan intensif selama ini. Pamor AR yang tak semoncer seperti pada saat awal gerakan Reformasi, menjadi acuan penting. Selanjutnya kondisi obyektif dunia politik di negeri ini yang tidak lagi menempatkan AR sebagai ever lasting hero, menjadi juga pertimbangan. Apalagi tidak sedikit yang malah menilai AR yang sekarang justru bergerak dari wilayah hero to zero..! Termanifestasi dari sejumlah pernyataan politik dari eksponen aktivis 98 yang entah dengan motivasi apa tidak lagi menempatkan dan menganggap AR sebagai Bapak Reformasi.
Hal lain yang mendukung kesimpulan sebagaimana judul artikel, didorong oleh pengamatan bahwa kultur yang tertanam dalam kehidupan dalam pasar politik di negeri ini, sangat tidak menyukai sikap jumawa, nyinyir dan usreg yang berlebih. Hal yang belakangan terlembaga dalam citra seorang AR ketika menyatakan siap maju nyapres sambil terus menyerang Jokowi lewat pernyataan dan ujaran yang tajam ‘men-zero-kan’ Jokowi agar tak lagi dipilih rakyat pada perhelatan akbar, Pilpres 2019!
Saya khawatir yang terjadi malah bisa jadi sebaliknya. Semakin Amien Rais menyerang dengan provokasi dan gaya berujar yang terkesan sangat merendahkan lawan…, Jokowi malah akan menuai simpatik rakyat dan semakin moncer namanya. Maklum, dalam komunitas masyarakat Indonesia yang hyper melo ini, mereka yang terkesan dizalimi oleh kekuatan yang jumawa, langsung dibela dan diberi dukungan!
Nah, jangan-jangan hal ini yang sebenarnya diinginkan pak Amien Rais???
Yah kalau begitu… serang terus pak!
Meminjam istilah SBY…lanjuuuut!
Makin jadi barang itu..! Begitu celetuk almarhum sahabat saya Batugana menimpali, andai ia masih ada di antara kita…!
Advertisement