Selamat dari Bencana di Palu, Ini Kisah Kaswan Lamongan
Rasa syukur tak henti-hentinya diucapkan Kaswan. Walau masih di hantui trauma pasca-bencana gempa bumi dan tsunami yang dialaminya di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) dirinya merasakan mendapat mukjizat. Karena dia dan keluarganya masih bisa selamat dan kembali pulang ke kampung halaman.
Kaswan merupakan satu dari ribuan warga perantauan asal Lamongan yang baru saja di pulangkan dari Palu pasca-bencana gempa bumi dan tsunami. Lelaki separuh baya ini kembali ke kampung asal di Desa Titik, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan bersama istri dan tiga anaknya.
"Alhamdulliah masih bisa selamat dan pulang ke desa meski ka ki saya terluka, " kata Kaswan sambil menunjukan luka di betisnya yang mulai mengering.
Guncangan gempa bumi dan dahsyatnya tsunami yang dialaminya kala itu ibarat kiamat yang tidak akan dilupakan seumur hidupnya.
"Saat itu saya baru turun dari masjid ketika gempa bumi terjadi. Refleks! Saya langsung berlari pulang ke rumah khawatir keselamatan keluarga di rumah," tuturnya lagi.
"Saat itu saya baru turun dari masjid ketika gempa bumi terjadi. Refleks! Saya langsung berlari pulang ke rumah khawatir keselamatan keluarga di rumah," tutur Kaswan.
Kaswan tidak peduli kencangnya guncangan tanah karena gempa bumi. Bahkan, saat terjatuh dan kakinya terjepit rengkahan tanah Kaswan segera bangkit dan terus berlari pulang ke rumah.
Namun saat tiba di rumah tak lagi dijumpai satu pun keluarganya. Rumah dan juga warung makan tempat usaha yang menjadi sandaran hidup keluarganya selama merantau di Palu telah hancur rata dengan tanah.
"Rumah dan warung hancur digulung tsunami. Namun itu tidak saya hiraukan. Yang ada dalam benak saya hanyalah nasib keluarga saya, " cetus Kaswan.
Selama beberapa jam berkeliling mencari diantara kegelapan Kaswan bersyukur bisa kembali bertemu dengan istri dan keluarga lainnnya. Ternyata, mereka bersama ratusan warga lainnya berada di daerah perbukitan berjarak sekitar 500 meter dari lokasi laut.
Umi Fadilah, istri Kaswan, menuturkan saat sebelum gempa dan tsunami terjadi dirinya bersama dua anaknya Ana Selvia (23 tahun) dan Ainul Yakin (17 tahun) baru saja membuka warung makan mereka sehabis Maghrib.
"Tiba-tiba saja gempa bumi dan tsunami datang. Saya dan anak-anak turut tersapu gelombang ombak tsunami," cetus Umi Fadilah.
Beruntung mereka selamat karena masih sempat berpegangan pohon kelapa sehingga tidak sampai hanyut kelautan.
Kaswan bersama keluarga tinggal di Jalan Margonda, Kelurahan Sukai, Kecamatan Ulu Jadi, Kabupaten Palu Barat. Rumah dan warung makan mereka hanya berjarak sekitar 5 meter dari laut yan selalu ramai oleh pengunjung.
Kaswan bersama keluarga bertahan di pegunungan bersama ratusan warga lainnya. Perasaan takut dan mencekam menghantui mereka karena setiap dua jam sekali terjadi gempa bumi susulan.
"Kami harus menahan lapar dan haus hingga dua hari karena tidak ada bahan makanan dan minuman," kenang Kaswan.
Bahkan luka dikakinya yang terus mengucurkan darah tak dihiraukan karena sulit mencari obat. Beruntung saat itu datang pesawat Herkules di Bandara Mutiara SIS Al- Jufrie yang mengangkut mereka dari lokasi bencana. Mereka transit di Balikpapan dan melanjutkan terbang ke Bandara Juanda.
"Kami sudah cukup trauma. Harta benda yang kami kumpulkan bertahun-tahun merantau di Palu hilang. Bersyukur masih bisa selamat," ungkap Kaswan.
Dalam setiap tidurnya Kaswan mengaku masih sering bermimpi merasakan gempa bumi dan tsunami hingga tak sadar berteriak ketakutan dan dibangunkan istri dan anaknya. Dirinya mengaku tidak ingin kembali ke Palu dan ingin mulai bangkit bekerja di kampung halaman.(tok)
Advertisement