Selalu Menautkan Hati dengan Masjid, Ini Kisah Sahabat Nabi
KH Abdul Ghofur Maimoen, Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, kali ini membahas soal masjid. Bagaimana sikap Rasulullah Saw terhadap masjid dan bagaimana seharusnya umat Islam ketika waktu salat yang tepat?
Berikut ulasan Gus Abdul Ghofur Maimoen, panggilan akrab putra Kiai Maimoen Zubair, almaghfurlah:
Abdullah bin Ummi Maktum adalah salah satu sahabat terbaik Rasulullah SAW. Ia buta saat masih kanak-kanak. Posisinya sebagai muadzdzin menjadikannya sebagai “lelaki masjid”.
Di era Madinah, ia seringkali menggantikan Rasulullah sebagai imam masjid saat beliau bepergian keluar Madinah. Ibn Abdul Barr meriwayatkan, ia menggantikan Rasulullah tiga belas kali.
Pada suatu hari, ia sowan kepada Baginda Rasul SAW., untuk mengajukan izin tidak melaksanakan salat di masjid.
“Wahai Rasulallah”, katanya, “saya lelaki buta, rumah jauh dari masjid, dan tak memiliki penuntun jalan yang layak. Apakah saya memiliki rukhshah (keringanan) untuk menjalankan salat di rumah?
“Ya!” jawab Baginda Rasul.
Abdullah bin Ummi Maktum beranjak keluar, akan tetapi segera dipanggilnya.
“Apakah engkau mendengar seruan salat?” tanya beliau.
“Ya” jawab Abdullah.
“Saya tak menemukan rukhshah buatmu!”
‘Itban bin Malik adalah lelaki masjid yang lainnya. Dia adalah sahabat Anshar yang ikut hadir dalam perang Badar, Uhud dan Khandaq. Akan tetapi kemudian ia kehilangan penglihatan. Meski begitu, ia tetap menjalankan aktifitasnya sebagai imam masjid. Pernah suatu kali ia mengajukan izin untuk tak hadir di masjid.
“Wahai Rasulallah, saya kehilangan penglihatan dan banjir menghalangiku dari masjid. Apakah (saya telah memiliki) uzur?”
“Apakah engkau mendengar seruan salat?” tanya Baginda.
“Ya ..”
“Saya tak menemukan uzur buatmu jika engkau mendengar seruan salat.”
Lelaki itu, sebagaimana dalam riwayat lain, kemudian mengajukan izin kepada Baginda untuk mendirikan mushalla dalam rumah yang dia gunakan saat benar-benar tak mampu menjadi imam di masjid. Baginda Rasul SAW. pun mengizinkannya.*
(Ada dua riwayat dalam peristiwa ‘Itban bin Malik. Narasi yang saya tulis adalah apa yang dapat saya pahami dari dua riwayat ini).
Banu salamah, salah satu qabilah Anshar, melihat tanah kosong di dekat masjid. Mereka bermaksud pindah dari perkampungannya yang jauh ke tempat ini. Mendengar itu, Baginda Rasul berkata kepada mereka:
“Saya mendapat kabar, kamu sekalian bermaksud pindah dekat masjid?”
“Benar, wahai Rasullallah. Kami memang bermaksud demikian.”
“Wahai Bani Salamah, (tetaplah berada di-) perkampungan kamu sekalian, jejak-jejak langkah kamu sekalian pasti akan dicatat semua. (Tetaplah berada di-) perkampungan kamu sekalian, jejak-jejak langkah kamu sekalian pasti akan dicatat semua.”
Muslim di negeri ini sangat dimanjakan oleh masjid dan langgar. Ribuan masjid dan langgar berjajar serta bersahutan suara azannya. Hampir tak ada satu rumah pun yang jauh dari tempat suara azan. Akan tetapi, rasanya banyak yang tampak sepi penghuni.