Selalu Bersyukur Menentukan Visi Hidup, Ini Pesan Ustadz Shamsi Ali
"...beragama itu adalah bentuk kesyukuran yang paling mendasar. Bagaimana tidak, semua aspek agama ini terkait dengan kesadaran bersyukur. Keimanan kita membawa bahkan menuntut kesadaran itu," kata Ustadz Shamsi Ali.
Di antara sekian hal yang mendasar dalam kehidupan, syukur barangkali menjadi hal yang terpenting. Syukur adalah kata yang mudah terucap, namun berat dalam realita. Karenanya Allah menyampaikan: “Sungguh sangat sedikit di antara hamba-hambaKu yang mampu bersyukur” (Al-Quran).
Ustadz Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation dan imam Masjid di New York, AS, mencoba mengulas tentang kaitan kita bersyukur dan visi hidup seorang Mukmin. Berikut penjelasan untuk ngopibareng.id selengkapnya:
Hakikatnya, syukur adalah esensi paling mendasar dari segala aspek religiositas kita. Maknanya adalah bahwa segala aspek dari agama ini bermuara kepada “kesyukuran” kepada Allah SWT.
Ketika Al-Quran mendefenisikan tujuan hidup sebagai “pengabdian” (ibadah), sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT: “Dan tidaklah Saya menciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku” (Al-Quran). Sebagian ulama kemudian memaknai kata “liya’buduuni” (beribadah kepadaKu) dengan “liya’rifuuni” (mengenalKu).
Dan ketika kita berada pada posisi mengenal Allah dengan benar, maka yang pertama akan kita kenal adalah “kasih sayang dan kebesaran karuniaNya” kepada makhluk-makhlukNya. Di sinilah kemudian kita temukan relevansi esensi religiositas sebagai “kesyukuran”.
Artinya beragama itu adalah bentuk kesyukuran yang paling mendasar. Bagaimana tidak, semua aspek agama ini terkait dengan kesadaran bersyukur. Keimanan kita membawa bahkan menuntut kesadaran itu.
Itulah sebabnya orang yang tidak mengimani Allah disebut “pengingkar” (kafir). Karena bagaimana Mungkin tidak mengimaninya padahal mereka ada karena karuniaNya jua.
Demikian pula dengan seluruh ibadah-ibadah yang kita lakukan. Semuanya bertujuan sebagai bentuk kesyukuran kepada sang Khaliq langit dan bumi serta seluruh isinya.
Suatu ketika Rasulullah SAW menjadikan isterinya terkagum dengan ibadah-ibadahnya. Isterinya pun bertanya: “ya Rasulullah, untuk apa Engkau lakukan semua itu? Bukankah dosa-dosamu telah diampuni, bahkan dijamin masuk syurga?”.
Jawaban Rasulullah SAW bukan karena beliau paling suci, paling ahli ibadah, bahkan bukan karena beliau seorang Rasul. Jawaban beliau adalah: “Tidakkah saya seharusnya menjadi hamba Allah yang bersyukur?”. (adi)
Advertisement