Selain Pengolahan Ikan Modern, Muncar Banyuwangi Miliki Pengolahan Ikan Rumahan Tradisional
Wilayah Kecamatan Muncar, Banyuwangi, telah lama dikenal penghasil ikan laut terbesar di Indonesia. Selain industri pengolahan ikan modern, Muncar juga memiliki banyak usaha pengolahan hasil perikanan rumahan. Rata-rata industri pengolahan ikan rumahan ini diolah secara tradisional oleh masyarakat.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sempat mengunjungi Desa Sumberberas, satu di antara desa sentra pengolahan ikan rumahan di wilayah Kecamatan Muncar. Ipuk melihat langsung proses pengasapan saat melakukan program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) Senin, 29 Juli 2024.
Ipuk mengapresiasi upaya masyarakat mempertahankan pengolahan hasil perikanan yang telah mereka lakukan secara tradisional. Ipuk menyebut, metode yang digunakan akan menjadi ciri khas tersendiri pada produk yang dihasilkan. "Justru pengolahan tradisional seperti ini harus tetap dipertahankan, karena saat ini banyak diminati. Aroma dan rasanya juga lebih lezat seperti ini daripada diolah dengan cara modern lainnya," katanya.
Tidak hanya itu, menurut Ipuk, industri rumahan ini juga memberdayakan istri nelayan. Sehingga bisa memberikan tambahan pemasukan untuk keluarga nelayan. “Cara pemberdayaan istri nelayan semacam ini bagus. Bapaknya melaut, istrinya bisa melakukan aktivitas yang produktif,” ungkapnya.
Dia menyebut, hasil olahan ikan akan lebih menguntungkan dibanding ikan yang disimpan dalam cold storage. Ipuk mengaku telah meminta OPD terkait untuk memberikan pendampingan, agar produksi mereka meningkat dan pasarnya lebih luas.
Warga Desa Sumberberas, khususnya yang tinggal di kawasan pesisir telah menekuni usaha pengolahan ikan secara tradisional secara turun temurun. Di antara metode pengolahan yang digunakan adalah pengasapan.
Salah satu warga yang menekuni pengasapan ikan adalah Nuryanto, 52 tahun. Proses pengasapan yang dilakukan Nuryanto masih menggunakan metode tradisional. Pengasapan dilakukan menggunakan serabut kelapa, dan bonggol jagung kering. "Dengan itu, aromanya lebih terasa. Yang diasap mayoritas ikan pari. Tapi tergantung ketersediaan ikan juga," jelasnya di hadapan Bupati Ipuk.
Setiap hari, Nuryanto mengolah hingga 100 kg ikan pari untuk diasap. Ikan-ikan itu kemudian dijual dengan harga antara Rp3.500 hingga Rp4.500 per tusuk. Dia bersama istrinya mengelola industri rumahan tersebut dibantu para istri nelayan di sekitar tempat tinggal mereka. Ada yang bertugas membersihkan ikan, mengasap ikan, hingga menyiapkan bambu untuk menjepit ikan asap.
Ikan asap produksi Nuryanto dijual sebagian besar ke sejumlah pasar yang tersebar di Banyuwangi. Dalam sehari, ia mengaku mengantongi omzet hingga Rp3 juta. Dia mengaku sempat mendapatkan tawaran untuk ekspor ke China. "Tapi kita tidak bisa karena targetnya harus sampai puluhan ton. Sementara stok ikan pari kami tidak sampai sebanyak itu," jelasnya.
Selain pengasapan ikan, di desa ini hasil perikanan juga diolah menjadi petis. Salah satu pemiliknya, Heru Dwi Narto, mengaku telah menekuni usaha selama 28 tahun. Dalam sehari, Dia mampu memproduksi hingga 7 kuintal petis udang. “Keunggulan produksi petis udang kami memakai gula yang kami buat sendiri, sehingga ada cita rasa yang khas. Pasar kami masih untuk memenuhi kebutuhan pasar Banyuwangi," ujarnya.