Selain Kasus Asusila, Mantan Kapolres Ngada Juga Terjerat Kejahatan Berlapis
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) resmi menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widhyadarma Lukman Sumaatmaja. Keputusan ini diambil setelah sidang yang berlangsung selama sekitar tujuh jam pada Senin, 17 Maret 2025.
“Dalam sanksi administratif diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” ungkap Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wishnu Andiko, dalam konferensi pers di Gedung TNCC Mabes Polri.
Dalam sidang, delapan orang saksi dihadirkan baik secara langsung maupun virtual. AKBP Fajar dinyatakan terbukti melakukan sejumlah pelanggaran berat. Yaitu pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur, perzinaan tanpa ikatan sah, penyalahgunaan narkoba, serta menyimpan dan menyebarkan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Selain pemecatan, sidang juga menjatuhkan sanksi penempatan khusus (patsus) selama tujuh hari, dari 7 Maret hingga 13 Maret 2025. “Dengan putusan tersebut, pelanggar mengajukan banding sesuai dengan haknya,” tambah Brigjen Pol Trunoyudo.
Status tersangka AKBP Fajar Widhyadarma Lukman Sumaatmaja telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak, pornografi, dan penyalahgunaan narkoba. Statusnya diumumkan secara resmi oleh Divisi Propam Polri dalam konferensi pers di Mabes Polri pada Kamis, 13 Maret 2025.
“Hari ini statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” ujar Karo Wabprof Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto.
Menurut Brigjen Pol Agus, korban dalam kasus ini terdiri dari tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa. AKBP Fajar diduga kuat tidak hanya mencabuli korban, tetapi juga merekam aksinya dan menjual video tersebut ke situs pornografi internasional. “Sidang etik AKBP Fajar akan digelar pada Senin, 17 Maret 2025, untuk menentukan sanksi internal terhadap pelaku,” tambahnya.
Aksi kejahatan berlapis ini pertama kali terendus oleh Kepolisian Federal Australia (AFP), yang kemudian berkoordinasi dengan Polri melalui Divisi Hubinter. Surat resmi dari AFP diterima oleh Polda NTT pada 23 Januari 2025, yang menjadi awal dari proses penyelidikan hingga kasus ini terbongkar pada 14 Februari 2025.
Selain kejahatan seksual, AKBP Fajar juga terbukti menggunakan narkoba berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan oleh Propam Polri. Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 16 saksi, yang terdiri dari 4 korban (termasuk 3 anak), 4 manajer hotel, 2 personel Polda NTT, 3 ahli (psikologi, agama, dan kejiwaan), seorang dokter, serta ibu salah satu korban.
Advertisement