Edukasi Seks, Bekal Anak Lindungi Diri dari Pelecehan Seksual
Meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak maupun perempuan setiap tahun membuat SD Pembangunan Jaya yang berada di Komplek Perumahan Puri Surya Jaya Gedangan menggelar webinar edukasi seks bagi orang tua.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang dihimpun tim litbang CNN Indonesia, pada tahun 2019 kasus kekerasan seksual mencapai 6.454 kasus. Sementara pada tahun 2020 meningkat sebanyak 6.980 kasus.
Berdasarkan data kasus tersebut, Komite SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo merasa harus menggelar webinar parenting komunikasi reflektif dengan anak. Webinar ini mengambil tema “Edukasi Kesehatan Reproduksi, Dianggap Tabu Padahal Perlu”.
Kordinator Pelaksana Webinar, Mira Safrina, mengungkapkan, bahwa tema tersebut dipilih sekaligus untuk memperingati Hari Pendidikan Seks Internasional yang diperingati setiap tahunnya pada 2 Februari.
“Salah satu bentuk dukungan terhadap itu, maka orang tua perlu tahu dan terlibat. Salah satunya dengan mengikuti webinar ini,” ujar Mira, Sabtu, 19 Februari 2022.
Kepala Sekolah SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo, Ririn Indriyanti, menjelaskan, bahwa webinar parenting ini berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Baginya, pengetahuan mengenai hal ini sangat penting dan perlu edukasi sejak dini. Apalagi saat ini semua bisa diakses dengan mudah melalui internet.
“Edukasi yang baik adalah edukasi yang mengedepankan keterbukaan, tetapi dibarengi dengan informasi yang benar dan positif terkait hal-hal yang dianggap tabu, tetapi sangat perlu,” kata Ririn.
Ririn menjelaskan, di SD Pembangunan Jaya 2, melalui pembelajaran tematik telah diperkenalkan tentang pentingnya bagaimana cara menjaga kesehatan pribadi. Ia juga menyatakan bahwa webinar ini bisa menjadi wadah untuk belajar sejak dini bagaimana mengedukasi anak terkait kesehatan reproduksi.
Psikolog Anak Anastasia Satriyo yang juga pemateri dalam webinar ini menjelaskan, bahwa penting bagi orang tua untuk menyiapkan psikologi dalam mengontrol diri sendiri sebelum menangani anak, karena otak anak menyerap energi dari orang tua.
Kecanggungan dalam mendiskusikan pendidikan seks kepada anak terjadi karena memang tidak terbiasa membicarakannya.
“Jadi sekarang perlu membiasakan diri membicarakan pendidikan seks, saat ini memang lebih mudah membicarakan hidung dan telinga dibanding membicarakan penis dan vagina,” ujar Anastasia.
Menurutnya, seksualitas perlu diajarkan sebagai bentuk pengenalan diri anak, bukan hanya urusan penetrasi alat kelamin. Mengajarkan perilaku seksual yang bertanggung jawab, merupakan alasan kenapa pendidikan seks harus diberikan oleh orang tua. Posisi orang tua yang memberikan rasa aman dan dipercaya bisa mempermudah anak berbagi pengalaman dan permasalahan.
Lebih lanjut, Anastasia menjelaskan, bahwa pendidikan seks pada anak usia dini yang dilakukan lewat obrolan, cerita dan diskusi dua arah mempunyai manfaat membuka jalan untuk diskusi mengenai seksualitas di fase kehidupan anak selanjutnya.
"Yang terpenting bahwa pendidikan seksualitas membantu mencegah anak mengalami kekerasan dan pelecehan seksual, karena anak memiliki pengetahuan yang benar serta konsep yang tepat dan sehat," pungkasnya.